"Kebijakan untuk menaikkan tarif untuk beberapa barang mewah bisa diperluas sesuai definisi yang dikeluarkan oleh pemerintah kelak. Jika ingin menerapkan pajak untuk barang mewah, kenapa tidak melalui PPnBM," kata dia.
Poin kedua yang menjadi perhatian Huda adalah adanya dampak negatif dari kenaikan tarif PPN terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Menurutnya, kenaikan tarif PPN berpotensi menimbulkan perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat," ujarnya
Di sisi lain, stimulus yang diberikan pemerintah disebut Huda juga sebenarnya hanya melanjutkan saja dengan yang sudah pernah diberikan. Beberapa menghasilkan dampak kepada perekonomian, namun tidak mempunyai efek berganda (multiplier effect) kepada penyerapan tenaga kerja formal.