Dalam setahun penuh, ekspor China menyusut sebesar 4,6 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD3,38 triliun pada 2023. Ini merupakan penurunan pertama sejak tahun 2016 dan membalikkan pertumbuhan sebesar 7 persen pada tahun 2022 di tengah melemahnya permintaan global.
Impor
Impor ke China juga mengalami kenaikan tipis 0,2 persen secara tahunan (yoy) menjadi USD 228,2 miliar pada bulan Desember 2023, dibandingkan dengan perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,3 persen dan menyusul penurunan sebesar 0,6 persen pada bulan sebelumnya.
Angka terbaru ini menyoroti bahwa pemulihan permintaan domestik yang masih rapuh meskipun ada langkah-langkah kebijakan untuk mendukung pemerintah guna memacu konsumsi.
Peningkatan pembelian terjadi pada minyak mentah (0,6 persen), produk olahan (45,12 persen), gas alam (23,05 persen), bijih tembaga & konsentrat (17,97 persen), batu bara (53,2 persen), dan bijih besi (11,01 persen). Di sisi lain, impor turun pada tembaga mentah (-10,64 persen), produk baja (-4,29 persen), kedelai (-7,01 persen), minyak nabati (-11,37 persen), karet (-5,12 persen), dan daging (- 18,57 persen).
Impor meningkat dari Jepang (1,8 persen), Korea Selatan (0,7 persen), UE (0,4 persen), dan Australia (24,9 persen), sedangkan impor Taiwan merosot 9 persen, Amerika Serikat 6,1 persen, dan dari negara-negara ASEAN turun 2,3 persen mengalami penurunan. Sepanjang 2023, impor China menyusut sebesar 5,5 persen menjadi USD 2,56 triliun. (ADF)