IDXChannel - Krisis di benua biru Eropa akibat perang Rusia-Ukraina dan terhambatnya pasokan energi kian mengkhawatirkan. Saluran pipa gas utama dari Rusia menuju negara Eropa lainnya, Nord Stream 1, mengalami kebocoran pada Selasa, (27/09).
Ledakan pipa yang diklaim Jerman, Denmark dan Swedia sebagai serangan ini telah menyebabkan kebocoran besar di Laut Baltik di mana dua pipa gas Rusia terpasang untuk mengalirkan pasokan energi.
“Tidak jelas apa yang menyebabkan ledakan tetapi itu adalah hasil dari "tindakan yang disengaja", kata perdana menteri Denmark, Mette Frederiksen, mengutip Euronews.
Mengutip BBC, pipa Nord Stream 1 membentang sepanjang 1.200 km di bawah Laut Baltik dari pantai Rusia dekat St Petersburg ke timur laut Jerman. Dibuka pada 2011, pipa ini dapat mengirim hingga maksimum 170 m kubik meter (m3) gas per hari dari Rusia ke Jerman. Untuk menghasilkan listrik 1 kWh, dibutuhkan 0,0947 m3 atau 94,7 liter gas alam dengan efisiensi pembakaran 100%.
Letak Pipa Gas Nord Stream
Sumber: Reuters
Jaringan pipa Nord Stream telah menjadi titik nyala dalam konflik energi yang meningkat antara Eropa dan Moskow. Kondisi ini semakin memperburuk ekonomi utama Barat, membuat harga gas melonjak dan memicu perburuan pasokan alternatif.
Gazprom, perusahaan gas negara milik Rusia, memutuskan menutup pipa utama yang mengalir melalui Belarus dan Polandia dan mengirimkan gas ke Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Pada Juni lalu, Gazprom memotong pengiriman gas melalui Nord Stream 1 sebesar 75% dari 170m3 meter kubik gas per hari menjadi hanya sekitar 40m3 meter kubik saja.
Gasastrophe, Warga Eropa Terancam Kedinginan
Ketergantungan Eropa terhadap gas alam dari Rusia memang cukup besar. Ketika Rusia mengumumkan untuk membatasi pasokan pada bulan Juli, dalam sehari telah mendorong naiknya harga gas di Eropa hingga 10%.
Impor Gas Alam Uni Eropa, Rusia Terbesar
Sumber: Uni Eropa
Mengutip Time, Jika Rusia menghentikan pasokan gas, bukan hanya akan berdampak buruk bagi Eropa, namun juga konsekuensi ekonomi global bisa sangat besar. IMF mengestimasi pada pertengahan Juli, pemotongan penuh gas alam dari Rusia dapat menurunkan PDB negara Hungaria, Slovakia, dan Republik Ceko hingga 6%.
Pertumbuhan ekonomi global akan turun 2,6% pada tahun 2022 dan 2% lagi pada tahun 2023. Pada level masyarakat Eropa, banyak yang akan kehilangan pemanas hingga makanan. The Economist menggambarkan kondisi ini sebagai “winter of discontent” karena adanya “gasastrophe” (atawa katastrofe akibat kekurangan pasokan gas).
Menurut pakar energi Llewellyn King, akhir tahun ini bagi Eropa kemungkinan akan menjadi musim dingin terburuk sejak akhir Perang Dunia II, dari tahun 1944 hingga 1945.
Industri Menjerit
Pelaku industri Eropa juga ikut tercekik dengan adanya drama yang dimulai oleh Rusia ini. Banyak industri yang harus menahan beroperasi karena mahalnya harga gas alam yang menjadi bahan baku dan energi dalam produksi beberapa komoditas penting.
Industri-industri Eropa mulai memangkas penggunaan gas alam mereka ketika harga gas makin tak masuk akal. Pabrik-pabrik mulai memperlambat produksi untuk mengamankan musim dingin.
“Sudah ada penurunan permintaan gas 15-20% di Eropa karena harga yang tinggi, dan negara-negara bersiap untuk mengurangi permintaan lebih lanjut,” kata Marco Saalfrank, kepala perdagangan Eropa di Axpo Solutions AG.
Sementara itu, menurut Citigroup Inc, sebuah perusahaan bank investasi dan jasa keuangan asal Amerika, di Inggris saja, penggunaan gas industri telah turun sekitar 49% hingga Mei 2022.
Permintaan Gas Inggris Berdasarkan Sektor (YoY, Januari-Mei 2022)
Sumber: Bloomberg
Baru-baru ini, kepala Mercedes-Benz, Ola Källenius, mengumumkan bahwa perusahaannya sedang bersiap untuk mengurangi konsumsi gas alam di Jerman sebanyak 50%.
Meski demikian, permintaan gas di industri otomotif Jerman relatif rendah.
Tetapi situasi untuk industri kimia, baja, kaca dan kertas, hingga aluminium tidak sesederhana itu. Ketidakpastian seputar pasokan gas membuat sektor padat energi bersiap menghadapi situasi ekstrem. Terlebih, alumunium adalah konsumen gas industri terbesar di Jerman.
"Perusahaan sedang mempersiapkan skenario terburuk dengan menyusun rencana darurat," Hinrich Mählmann, presiden Asosiasi Aluminium Jerman, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara pada awal Juli.
“Masalah utamanya, jika keadaan menjadi lebih buruk, di beberapa titik pabrik harus ditutup sepenuhnya,” katanya mengutiP DW (08/22).
Industri aluminium di Jerman terdiri dari sekitar 240 perusahaan dengan lebih dari 60.000 karyawan dan penjualan tahunan di bawah €22 miliar (setara USD 22,5 miliar).
Industri bahan kimia hingga baja di Eropa telah memperingatkan kemungkinan menutup pabrik dan mengurangi produksi karena biaya energi yang lebih tinggi. Kondisi tersebut dapat membantu kawasan tersebut memasok lebih banyak gas untuk rumah tangga dalam rangka persiapan musim dingin mendatang.
Para warga Eropa masih bisa mendapatkan penghangat dan lampu tetap menyala jika perdagangan energi dengan Rusia kian memburuk.
Akses ke gas sangat penting bagi berbagai industri ini, terutama pada proses produksinya. Mählmann menekankan, Gas tidak dapat diganti dengan mudah dan cepat.
Pembuat bir Jerman juga bersiap untuk skenario terburuk.
"Jika gas Rusia gagal tiba, kami akan menghadapi masalah besar. Tidak ada gas, ya tidak ada bir " kata Michael Huber, kepala pabrik bir swasta Veltins di wilayah Sauerland Jerman, dalam wawancara dengan harian Jerman Handelsblatt.
"Brewhouses membutuhkan banyak energi dan sebagian besar dioperasikan dengan gas," kata Huber.
"Industri kaca, misalnya, tidak bisa beroperasi tanpa gas. Perusahaan bir membutuhkan sekitar 50 juta botol baru setiap tahun. Seluruh industri membutuhkan sekitar 900 juta botol bir baru."
Bisa dibilang, perang Rusia-Ukraina ini menjadi krisis terburuk abad 21, bahkan melebihi krisis pandemi Covid-19. Kehabisan energi ternyata lebih memukul secara ekonomi dibandingkan penyebaran virus Corona dalam dua tahun ke belakang.
Jika pabrik berhenti beroperasi, maka dapat dipastikan produksi tidak akan berjalan. Hal ini akan berdampak para pengurangan tenaga kerja, hingga pengurangan produk domsetik bruto (PDB) Eropa, bahkan dunia.
Mengingat Eropa masih menyumbang beberapa komoditas penting di pasar dunia. The winter is really coming. (ADF)