Darmawan mengatakan target bauran 23% di tahun 2025 akan dicapai dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Rantai pasokan bahan bakar biomassa akan mengoptimalkan lahan-lahan tandus dan pengolahan sampah. Sehingga dalam prosesnya akan menciptakan lapangan kerja sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi.
“Program co-firing biomassa ini spesial, karena berbasis kerakyatan. PLN bersinergi dengan kampus, komunitas, lembaga sosial, BUMN lain, dan ratusan ribu masyarakat sebagai bagian kekuatan untuk menegakkan energi bersih dalam rangka transisi energi,” katanya.
Sementara itu, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan Wiluyo Kusdwiharto menuturkan bahwa mayoritas penggunaan biomassa saat ini masih dipasok dari limbah. Yakni dari serbuk gergaji, tandan kosong sawit, sekam padi, dan sampah. Untuk itu PLN perlu mengembangkan pasokan biomassa yang lebih sustain dengan penanaman hutan tanaman energi.
"Kita perlu membangun rantai pasok yang terintegrasi. Mulai dari unit-unit di daerah, anak perusahaan, hingga masyarakat. Mulai dari penanaman hutan, pengangkutan, hingga pemanfaatan dalam PLTU-nya,” tuturnya.
Dia menilai program co-firing biomassa adalah smart choice karena mampu meningkatkan bauran EBT dan sekaligus memanfaatkan aset pembangkit yang dimiliki PLTU. Program ini sendiri ditargetkan menyumbang 3,5% bauran EBT dengan memanfaatkan 10,2 juta ton biomassa untuk 52 PLTU batu bara di tahun 2025.