Dengan rumus-rumus tersebut tidak dibuka ruang negosiasi di antara dewan pengupahan untuk menentukan UM baru, atau menentukan apakah sebuah kabupaten/kota bisa memiliki UM untuk pertama kalinya. Dewan Pengupahan hanya menghitung dan merekomendasikan nilai UM baru.
Demikian juga Gubernur yang diberi kewenangan menetapkan UM di UU Cipta Kerja malah dilarang menetapkan UM baru oleh PP 36 bila nilai Batas Atas (BA) lebih kecil dari nilai UM yang ada saat ini (eksisting). Hak Prerogatif Gubernur menetapkan nilai UM disandera PP 36. Bila Gubernur melanggar, akan diberi sanksi sesuai ketentuan perundangan yang ada.
"Untuk penentuan kenaikan UM Propinsi (UMP) dan UMK, dibutuhkan data konsumsi rata-rata perkapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, pertumbuhan ekonomi dan inflasi di wilayah tersebut," ungkapnya.
Data konsumsi rata-rata perkapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan data rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja dihitung berdasarkan survei ekonomi sosial nasional pada Bulan Maret setiap tahunnya. Data pertumbuhan ekonomi didasari pada pertumbuhan ekonomi provinsi yang dihitung dari Kuartal IV tahun sebelumnya dan periode kuartal I, II dan III tahun berjalan. Sementara perhitungan inflasi didasari inflasi provinsi yang dihitung dari periode September tahun sebelumnya sampai dengan September tahun berjalan.
"Perhitungan BA menentukan naik atau tidaknya UM, ditentukan oleh konsumsi rata-rata perkapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja. Semakin tinggi angka pengangguran di suatu daerah, nilai BA akan semakin besar. BA yang besar mendukung nilai UM semakin besar," jelasnya.