IDXChannel - Harga minyak goreng curah di pasaran kini memang terpantau relatif mulai terkendali. Bahkan di sejumlah daerah, harga minyak goreng curah telah berada di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Namun, pemerintah diminta tidak dulu terburu-buru melakukan selebrasi atas keberhasilan mengendalikan harga minyak goreng. Hal ini lantaran masih ada ancaman kenaikan yang bisa terjadi sewaktu-waktu, sehingga bakal kembali mengganggu stabilitas harga yang telah tercipta.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), minyak goreng curah di Medan saat ini termurah dijual di harga Rp11.500 per kilogram (kg). Harga minyak goreng curah paling mahal di Sumatera Utara ada di Kota Gunungsitoli, Kepulauan Nias, yang mencapai Rp19 ribu per kilogram. Meski begitu, harga minyak goreng curah di Sumatera Utara pada umumnya sudah sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin, mengatakan dengan kondisi harga itu, pada dasarnya pemerintah sudah berhasil meredam gejolak harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah. Hanya saja, di waktu yang bersamaan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani masih belum mengalami kenaikan.
Dari hasil pantauan sejumlah harga TBS di Sumatera Utara, masih ada yang dijual dalam rentang Rp700 hingga Rp1.100 per kilogram. Harganya masih lebih rendah dari harga keekonomian sawit sebelum tahun 2020, yang di kisaran Rp1.250 per kilogramnya.
"Tentunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harapan petani sawit yang berharap harga TBS saat ini setidaknya bisa di kisaran angka 2000 per Kg baru dapat untung," sebut Gunawan, Senin (25/7/2022).
Saat ini, kata Gunawan, harga CPO berada di kisaran 3.700 ringgit per tonnya. Sehingga ada gap yang terlalu lebar antara harga minyak goreng curah di masyarakat, harga minyak sawit mentah (CPO) dunia dengan harga TBS di tingkat petani.
Saat harga CPO berada di kisaran 2.300-an ringgit per ton. Harga TBS di tingkat petani kala itu sempat menyentuh Rp 1.500 hingga Rp 1.800 per Kg. Harga minyak goreng curah saat itu berkisar Rp 9000-an per kilogram.
Jika mengacu kepada harga TBS saat ini di kisaran Rp3.700 per kilogram dan setelah mengurangi harga kewajiban dari program kebijakan DMO dan CPO di tanah air, maka harga TBS seharusnya bisa bergerak di kisaran Rp2.300 hingga Rp2.600 per kilogram. Fakta menunjukan kalau harga minyak goreng curah setahun yang lalu itu di Medan sempat ditransaksikan di kisaran harga Rp16.000 per kilogram.
"Jadi setahun yang lalu itu harga CPO juga berada di kisaran angka yang sama seperti saat ini. Yaitu di kisaran MYR 3.700-an per ton. Artinya memang kebijakan pemerintah dalam menekan harga minyak goreng saat ini tentunya terbilang mudah. Sedikit upaya saja untuk membuat harganya sesuai HET di kisaran 15.500 per kilogram," jelasnya.
"Tetapi kita juga harus fair dalam memberikan penilaian, karena pada dasarnya harga minyak goreng terus ditekan saat harga CPO masih berada di kisaran MYR 5.000-an per ton. Artinya ada upaya serius untuk menggiring harga minyak goreng curah menuju HET," tambahnya.
Gunawan mengatakan, untuk kondisi sekarang semuanya berbeda. Jika tanpa Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) sekalipun harga minyak goreng curah bisa saja ditransaksikan di kisaran harga Rp 16 ribu per kilogram atau dengan sedikit upaya bisa menekannya hingga ke harga HET.
"Jadi jelas kalau kebijakan membatasi kran ekspor sudah tidak tepat lagi. Karena petani yang dirugikan dengan menumpuknya pasokan sawit sehingga memicu harganya turun," pungkasnya.
Relaksasi memang sudah dilakukan oleh pemerintah, tetapi tidak lantas langsung membuat harga TBS membaik. Menjual komoditas dengan cara ekspor itu butuh waktu dan diperkirakan akan memakan waktu 3 bulan hingga terlihat ada titik keseimbangan baru. Dimana harga TBS bisa mengacu kepada harga keekonomian CPO.
"Meskipun akan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan harga keekonomiannya karena ada kebijakan DMO dan DPO," tukasnya.
Bagi pemerintah, sebut Gunawan, ini menjadi peringatan. Pemerintah jangan sampai terlena dengan harga minyak goreng yang sudah murah saat ini. Karena di saat relaksasi sudah di jalankan, di saat titik keseimbangan sudah mulai tercipta, maka akan ada potensi dimana harga minyak goreng bisa naik lagi.
"Jadi jangan terlalu berbangga dengan harga minyak goreng yang sudah di bawah HET," tandasnya.
Pemerintah kata Gunawan, harus mewaspadai lonjakan harga karena kebijakan relaksasi. Pemerintah juga perlu memastikan upaya yang dilakukan saat ini bisa menggaransi bahwa ke depan harga masih tetap bisa dikendalikan dan tentunya masih sesuai HET.
"Karena penurunan harga minyak goreng di bawah HET saat ini lebih dikarenakan bonus, karena melimpahnya pasokan sawit akibat kebijakan ketat membatasi ekspor CPO sebelumnya," tutupnya. (TSA)