Upaya yang dilakukan Pemerintah melalui Kemenperin sejatinya perlu segera dilakukan dengan penerapan dan regulasi ketat agar industri kendaraan listrik bisa berkembang, sejalan dengan hal tersebut, PLN bahkan sudah melakukan berbagai langkah strategis.
Namun yang menjadi catatan dalam para pelaku industry untuk Kementerian Perindustrian yakni Faktor pendukung pengembangan Kendaraan listrik, mulai dari 1) Kebijakan zero emisi dari Pemerintah Pusat
2) Insentif fiskal dan non fiscal, 3) Penyediaan infrastruktur pendukung, dan 4) Penggunaan energy listrik untuk transportasi umum
Pengembangan BEV membutuhkan tambahan insentif pajak agar harganya bisa lebih terjangkau dan mendekati mobil bermesin pem-bakaran internal. Insentif tambahan itu antara lain tarif bea masuk (BM) 0% untuk impor BEV dalam bentuk utuh (completely built up/CBU), serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) 0%.
Tambahan insentif itu sangat dibutuhkan, mengingat insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) 0% untuk BEV tidak cukup menekan harga jual mobil listrik. Saat ini, sejumlah pemain BEV, seperti Hyundai Indonesia dan Prestige Image Motorcars su-dah menerima insentif PPnBM 0%.
Bahkan, Hyundai Ioniq EV dan Kona EV sudah mendapatkan insentif bea balik nama (BBN) 0% untuk DKI Jakarta, dengan tarif bea masuk (BM) impor 5%. Namun, harga dua BEV ini masih mahal, sekitar Rp600 jutaan. Perinciannya, Ioniq Prime Rp624,8 juta, Ioniq Signature Rp664,8 juta, dan SUV Kona EV Rp674,8 juta (OTR Jakarta).