“Melalui pelabuhan Sungai Danube itu, kami hanya bisa mengekspor sekitar 30 persen dari volume ekspor saat ini,” kata Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam pernyataan pers mereka.
Masalah yang lebih besar menghadang nanti, manakala ladang-ladang gandum mulai dipanen. Jika tidak kembali dirampas Rusia, alih-alih memberi jutaan mulut kelaparan di seluruh dunia, hasil panen gandum itu bisa jadi membusuk mubazir. Pemerintah Ukraina menyatakan, saat ini saja telah dipanen sekitar 1,1 juta metrik ton (mmt) gandum dari ladang-ladang petani.
Karena itu, pemerintah Ukraina menegaskan bahwa pembukaan blokade pelabuhan adalah hal yang urgen. “Kami menuntut agar Rusia mengakhiri pencurian biji-bijian, membuka pelabuhan Ukraina, memulihkan kebebasan navigasi, dan mengizinkan kapal dagang berlayar untuk mencegah bencana kemanusiaan dan krisis pangan global,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba.
Ia juga mendesak masyarakat internasional untuk menolak pemerasan makanan ala Kremlin, yaitu seruan Rusia untuk mencabut atau mengurangi tekanan sanksi terhadap Rusia sebagai imbalan pembukaan rute komersial melalui Laut Hitam.
Untunglah PBB dan Turki melihat urusan pangan ini telah pada situasi genting. Sejak beberapa waktu lalu mereka mencoba mengupayakan pembicaraan dengan kedua pihak dan sebuah pertemuan catur pihak—Ukraina, Rusia, Turki sebagai penengah, dan PBB. Pada 13 Juli lalu, Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, mengatakan bahwa Rusia, Ukraina, Turki, dan PBB akan segera menandatangani kesepakatan koridor ekspor gandum, setelah pembicaraan di Istanbul. Akar menegaskan bahwa kesepakatan akan terjadi pekan-pekan ini.