Jangan salah, di antara negara-negara yang tergantung kepada Ukraina tersebut, posisi Indonesia tidaklah menyempil laiknya kutil. Data International Trade Center (ITC), lembaga multilateral yang memiliki mandat bersama World Trade Organization dan PBB melalui United Nations Conference on Trade and Development, menyatakan posisi ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan Ukraina itu terang benderang.
Hampir sepertiga kebutuhan gandum Indonesia (27 persen) dipasok Ukraina. Jika merasa skeptis mengingat tak banyak orang Indonesia bergantung kepada roti, lihatlah kiri-kanan. Lihatlah, betapa anak, teman, saudara, atau bahkan Anda sendiri cukup tergantung kepada pasokan mie instan, seberapa pun tinggi penghasilan hari ini. Itu bukanlah gandum hasil tanam petani Karawang, tentu. Bila urusan Indonesia hanya sebatas mie instan, tidak demikian dengan negara-negara lain yang lebih tergantung kepada gandum. Tingkat ketergantungan akan impor dari Ukraina itu diderita Lebanon (80 persen impor), Libya (44 persen), Tunisia (42 persen), Pakistan (46 persen), Yaman, Mesir, Turki, Maroko, Bangladesh, hingga Israel, yang masing-masing tak kurang dari 20-an persen.
Para ahli sepakat bahwa hari ini tidak mungkin untuk menemukan pemasok alternatif dan mengganti volume produk pertanian dari Ukraina tersebut. Para ahli bahkan mengklaim itu benar-benar tidak mungkin, bahkan dalam 3-5 tahun ke depan. Di sisi lain, saat ini lebih dari 400 juta orang di dunia bergantung pada pasokan biji-bijian dan pangan dari Ukraina.
Sementara perang yang kini berkobar di Ukraina akibat invasi Rusia, membuat rantai pasokan itu bukan hanya terganggu, tetapi di beberapa sisi, terputus. Perang menimbulkan ancaman terhadap ketahanan pangan global, yang saat ini mulai terasa sangat akut di beberapa negara kawasan MENA (middle east and north Africa), antara lain, Mesir, Yaman, Lebanon, Israel, Libya, Lebanon, Tunisia, Maroko, Irak, Arab Saudi, dan negara-negara Asia, yakni Indonesia, Bangladesh, Pakistan—negara-negara pembeli utama gandum dan jagung di pasar dunia.
Di sisi lain, sukar beredarnya produk pangan Ukraina karena perang, penghancuran dan blockade laut, membuat harga semakin meningkat, demikian pula risiko kelaparan di negara-negara miskin yang ada di MENA.