Jemmy menegaskan, tujuan utama pemerintah AS dalam mengenakan tarif tinggi sendiri adalah untuk menekan defisit perdagangan mereka, termasuk dengan Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap Indonesia tidak membuka keran impor secara luas.
"Jadi kita harus jelas tujuan pemerintah Trump apa. Bagaimana jika Anda ingin mendapatkan tarif yang lebih rendah, turunkan trade deficit dengan Amerika. Itu tujuan Amerika. Tapi tidak membuka keran impor, membabi buta," ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Dia menilai membuka impor secara luas atau melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) justru dapat memperparah kondisi industri tekstil nasional.
Redma mengingatkan, tarif tinggi yang diberlakukan tidak hanya kepada Indonesia, tapi juga negara pesaing lainnya, akan membuat negara-negara tersebut mengalihkan produknya ke pasar lain, termasuk Indonesia. Hal ini berisiko membanjiri pasar domestik dengan produk impor dan semakin menekan industri dalam negeri.
"Industrinya malah tambah terpukul, PHK-nya akan di mana-mana lagi, akan terjadi percepatan pemutusan hubungan kerja. Jadi tren yang kemarin kita sudah sama-sama ketahui memang ada PHK, ini bisa lebih kenceng lagi nih PHK-nya. Jadi jangan sampai ada salah kebijakan," ujarnya.
(Dhera Arizona)