Dwi menuturkan bahwa, sektor pertanian Indonesia selama ini memang lebih besar ditopang oleh subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit. Pasalnya, subsektor tanaman pangan selalu mengalami defisit.
Besarnya defisit yang terjadi pada subsektor tanaman pangan disebabkan oleh masih masifnya impor pada sebagian komoditas tanaman pangan, seperti gandum, kedelai dan bawang putih. Bahkan, gula dan daging sapi turut menjadi komoditas dengan angka impor yang tinggi.
Ia merinci, saat ini kebutuhan gandum dalam negeri dipenuhi 100 persen oleh impor. Lalu kedelai sebesar 97 persen juga dipenuhi dari impor, adapun gula baik gula kristal putih maupun rafinasi sebesar 70 persen dipenuhi dari impor, serta daging sapi yang pemenuhannya sebesar 50 persen dari impor.
Pentingnya Peningkatan Produksi Dalam Negeri dan Kesejahteraan Petani
Melihat kondisi tersebut, Dwi menyoroti pentingnya peningkatan produksi dalam negeri. Pasalnya, slogan ‘swasembada pangan’ yang selalu digaungkan tak kunjung terealisasi.
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh semakin menurunnya kesejahteraan petani, khususnya petani kecil yang terlibat dalam produksi tanaman pangan. Para petani tersebut harus berhadapan dengan produk impor yang harganya jauh lebih rendah dari yang diproduksi di dalam negeri, sehingga para petani enggan bertanam.