“Aturan Permenperin 3/2021 tersebut banyak kelemahan, cenderung menguntungkan segelintir perusahaan, dan mengacaukan tata kelola industri gula hulu dan hilir secara terpadu. Aturan ini harusnya direvisi,” kata dia.
Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI) Muhammad Zakki mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya Kementerian Perindustrian untuk turun langsung dan menyaksikan kondisi riil industri mamin di Jawa Timur.
Namun, dia tetap menyarankan agar Permenperin 3/ 2021 dicabut agar tidak diskriminatif dan mendorong pengurangan impor gula secara bertahap tanpa merugikan semua pihak di hulu dan hilir industri gula.
Ketentuan batas izin usaha 25 Mei 2010 harus dicabut dan mendorong semua industri gula tebu untuk dapat memproduksi gula rafinasi selain gula kristal putih sesuai amanah UU Perkebunan No 39 tahun 2014, sekaligus untuk menggairahkan perkembangan industri gula nasional di berbagai provinsi.
“Dengan mempertimbangkan kebutuhan gula rafinasi di Jawa Timur yang cukup banyak, juga untuk provinsi-provinsi lainnya, akan lebih bijak apabila masing-masing daerah, kebutuhannya dipenuhi dari industri gula di daerah tersebut yang telah mendapatkan izin dan memenuhi persyaratan teknis. Hal ini akan mendorong persaingan sehat dengan distribusi yang efisien. Pasokan gula rafinasi dari luar Jawa Timur tidak efisien untuk kami,” katanya.
(SANDY)