Meskipun demikian, risiko perlambatan ke depan masih tetap harus diwaspadai. Tren PMI Manufaktur Korea Selatan 48,2 (November 49) yang terkontraksi sejak Juli 2022 dan terus melambat sampai akhir tahun terus berlanjut. Beberapa negara kawasan ASEAN+3 juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Jepang 48,8 (November 49), Vietnam 46,4 (November 47,4), dan Malaysia 47,8 (November 47,9). Sementara PMI di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris juga menunjukkan tren kontraksi dan perlambatan.
Di sisi lain, aktivitas manufaktur India sebagai salah satu tujuan diversifikasi pasar ekspor bagi Indonesia mengalami penguatan pada level yang cukup tinggi. PMI Manufaktur India tercatat terekspansi selama 18 bulan berturut-turut, dan meningkat di bulan Desember di level 57,8 (Nov: 55,7). Secara kumulatif Jan-Nov 2022, pertumbuhan ekspor Indonesia ke India mencapai 79,0% (ytd), meningkat tajam dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun SP–01/BKF/2023 sebelumnya (32,5%). Hal ini mengindikasikan masih kuatnya prospek kinerja ekspor Indonesia di tahun 2023.
Sementara itu, laju inflasi sedikit meningkat di Desember 2022 yang mencapai 5,51%(yoy), naik dari angka November sebesar 5,42%. Peningkatan ini didorong oleh tekanan kenaikan inflasi inti dan harga diatur pemerintah (administered price). Sementara dari sisi harga pangan bergejolak masih melanjutkan tren penurunan.
Inflasi inti tercatat sebesar 3,36% (yoy), meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat di angka 3,30%. Hal ini mencerminkan masih kuatnya konsumsi masyarakat, yang juga tercermin pada kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran, seperti perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi, dan jasa lainnya.
Sementara itu, tren penurunan inflasi kelompok pangan bergejolak berlanjut di mana tercatat sebesar 5,61% (yoy), lebih rendah dari inflasi November yang mencapai 5,70%.