Namun, selama ini banyak petani dan pelaku IKM di Tapin terbiasa hanya menjual cabai segar dan abon cabai. Padahal, cabai Hiyung bisa diolah menjadi aneka produk seperti sambal, bubuk cabai kering, minyak cabai, saus, dan sebagainya.
“Selama empat hari pendampingan, kami berhasil mengolah cabai Hiyung menjadi delapan produk,” ucap Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA, Yedi Sabaryadi.
Selain itu, terdapat banyak komoditas hortikultura yang mempunyai nilai tinggi dalam bentuk segar, namun saat pasca panen komoditas tersebut cepat rusak, sehingga memerlukan penanganan khusus untuk menjaga kualitas produk, salah satunya cabai rawit Hiyung.
Dengan demikian, petani dan pelaku IKM di sentra tersebut membutuhkan pendampingan diversifikasi produk dan teknologi penanganan pascapanen. Ini dilakukan untuk memperpanjang umur simpan komoditas melalui pengawetan dan ragam pengolahan.
“Teknologi pengawetan bertujuan tidak mengubah bentuk asli bahan, tetapi dapat memperpanjang umur simpan bahan baku. Sedangkan teknologi pengolahan bertujuan untuk mengubah bentuk asli bahan yang dapat memberikan nilai tambah serta penganekaragaman produk pangan dengan tetap memperhatikan keamanan pangan,” kata Yedi.
(DKH)