Sementara itu, aturan penertiban tanah dengan SHGU dan SHGB dibuat berbeda dengan penertiban tanah SHM. Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2021, tanah HGU dan HGB dapat menjadi objek penertiban apabila selama dua tahun sejak diterbitkan haknya tidak diusahakan, tidak digunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan sebagaimana peruntukan yang tercantum dalam proposal awal permohonan hak.
Ia pun mengimbau masyarakat yang memiliki tanah, baik yang sedang ditempati atau berada jauh, untuk merawat tanahnya dan jangan sampai mengganggu ketertiban umum.
“Kalau HGU, ditanami sesuai dengan proposal awalnya. Kalau HGB, dibangun sesuai peruntukannya. Kalau hak milik, jangan sampai dikuasai orang lain,” ujarnya.
Jonahar menekankan tujuan utama kebijakan ini bukan untuk mengambil alih tanah rakyat, tetapi agar seluruh tanah di Indonesia dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni tanah dan sumber daya agraria dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.