IDXChannel - Impor pakaian bekas menjadi masalah bagi sejumlah negara. Beberapa negara bahkan telah melarang pakaian bekas impor. Pelarangan tersebut dilakukan guna meningkatkan industri tekstil lokal negara. Namun sayangnya, sejumlah negara yang sudah melarang pakaian bekas impor kemudian menangguhkan larangan tersebut karena mendapat kecaman.
Impor pakaian bekas dinilai dapat merugikan industri tekstil hingga menurunkan tingkat ekspor negara. Berikut negara yang pernah dan masih melarang pakaian bekas impor.
Rwanda
Pada 2019, Rwanda melarang impor pakaian bekas. Bersama negara East African Community (EAC)lainnya, yaitu Kenya, Tanzania, Uganda, dan Burundi, Rwanda melarang impor pakaian bekas pada 2019.
Larangan tersebut bertujuan guna meningkatkan industri tekstilnya, selain juga untuk menghentikan impor pakaian bekas yang murah dalam jumlah besar.
Kebanyakan impor pakaian bekas tersebut datang dari AS dan Inggris, yang menurut Pemerintah Rwanda menghambat pertumbuhan industri tekstilnya.
Namun ini menyebabkan Amerika Serikat (AS) mengakhiri hak istimewa ekspor bebas bea ke Rwanda. Meski begitu, Rwanda masih mengimplementasikan pelarangan impor pakaian bekas.
Pemerintah Rwanda juga mengatakan pakaian bekas mengancam martabat rakyatnya. Karena itu, Rwanda menaikkan tarif impor pakaian bekas dari USD0,20 menjadi USD2,50 per kilogram pada 2016.
Tujuannya untuk menghapus semua impor pakaian bekas. Menurut Badan Pembangunan Internasional AS pada 2015, negara bagian Komunitas Afrika Timur menyumbang USD274 juta atau 13% dari impor pakaian bekas.
Kenya
Kenya termasuk negara yang sempat melarang impor pakaian bekas dari negara Barat pada 2019. Sama halnya dengan Rwanda, Kenya melarang impor pakaian bekas guna membantu negara-negara anggota EAC meningkatkan produksi pakaian dalam negeri.
Kenya merupakan importir pakaian bekas terbesar di sub-Sahara Afrika. Pada 2015-2019, Kenya mencatat peningkatan impor, didorong oleh permintaan untuk digunakan dan diekspor kembali ke negara lain.
Namun, di bawah tekanan Amerika Serikat, Kenya mencabut larangannya terhadap impor pakaian bekas.
Diketahui, Kenya mempunyai ketergantungan yang tinggi pada African Growth and Opportunity (AGOA), yaitu perjanjian perdagangan regional antara Amerika Serikat dan sub-sahara Afrika.
Sekretaris Utama Perdagangan dan Industrialisasi Kenya Dr Chris Kiptoo mengatakan Kenya telah memutuskan untuk mematuhi AGOA ketimbang menerapkan pelarangan impor pakaian bekas.
Tanzania
Tak berbeda dengan Kenya, Tanzania yang semula melarang impor pakaian bekas juga kemudian membatalkan pelarangan tersebut.
Pemerintah Tanzania mengatakan, pakaian bekas melemahkan industri tekstil lokal serta melemahkan permintaan pakaian produksi lokal.
Akses pakaian bekas dari AS dimungkinkan karena AGOA memberikan akses bebas bea ke negara-negara sub-Sahara Afrika.
Menurut United States Trade Representative (USTR), impor AGOA AS dari Rwanda, Tanzania, Uganda mencapai USD43 juta pada 2016, naik dari USD33 juta pada 2015.
Sementara ekspor AS ke Rwanda, Tanzania, serta Uganda mencapai USD281 juta pada 2016, naik dari USD 25 juta pada 2015.
Uganda
Biro Standar Nasional Uganda telah menangguhkan larangan impor pakaian bekas. Diketahui, sebagian besar impor pakaian bekas di Uganda diimpor dari Amerika Serikat, China, serta Inggris.
Sebelumnya, upaya melarang impor pakaian bekas yang dilakukan Uganda ternyata memantik kemarahan Amerika Serikat.
Amerika Serikat mengancam akan menghentikan peluang Uganda untuk mengekspor melalui AGOA. Menurut Andrew Brooks dalam bukunya Clothing Poverty, pakaian bekas di Uganda mencapai 81% dari seluruh pembelian pakaian.
Indonesia
Pada Maret 2023, Presiden Indonesia Joko Widodo melarang impor pakaian bekas. Jokowi menilai, impor pakaian bekas bisa mengganggu industri tekstil dalam negeri. Hal itu dianggap merugikan pengusaha tekstil dalam negeri serta mengakibatkan kerugian negara hingga menurunkan tingkat ekspor.
Sebenarnya, sejak 2015, pemerintah Indonesia telah secara resmi melarang impor pakaian bekas. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Namun kenyataannya, meski terdapat peraturan yang melarang impor pakaian bekas, pangsa pasar pakaian bekas di Indonesia semakin menggeliat.
Hal tersebut dipengaruhi sejumlah faktor, diantaranya pakaian produksi luar negeri mempunyai kualitas bahan serta model yang variatif dan kekinian.
Selain itu, pakaian bekas harganya relatif terjangkau dibandingkan harga pakaian baru. Terkait pelarangan pakaian bekas, pemerintah pun kian gencar menyita hingga memusnahkan pakaian bekas.
(SLF)