Keuangan 'Hancur' di Tengah Krisis Moneter
Merpati kemudian mulai mengoperasikan A310 dan A300-600 untuk digunakan pada rute ke Australia. Pesawat terbang BAe ATP milik Merpati lalu dinyatakan tidak laik terbang di tengah tetap harus membayar sewa.
Alhasil, kondisi keuangan Merpati semakin memburuk saat krisis finansial 1997 mulai terjadi.
Pada 1997, semua saham perusahaan ini akhirnya diambil kembali oleh pemerintah Indonesia, sehingga perusahaan ini kembali menyandang status persero. Setelah melakukan sejumlah pembenahan, pada 1999 diumumkan bahwa Merpati berhasil kembali mencatatkan laba operasi.
Kecelakaan Pesawat
Pada 2 Agustus 2009, sebuah Twin Otter milik Merpati jatuh di pegunungan di Papua. Peristiwa ini menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 13 orang dan tiga orang kru.
Peristiwa yang sama pun terjadi pada 7 Mei 2011, di mana satu unit pesawat Xian MA60 milik Merpati dengan kode registrasi PK-MZK juga jatuh di perairan Kaimana, sehingga menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 21 orang dan 6 orang kru.
Kecelakaan tersebut membuat sejumlah pihak mempertanyakan keputusan Merpati untuk memesan Xian MA60, serta menduga adanya penggelembungan harga dan kolusi pada proses pemesanannya.
Utang Pembelian Avtur
Pada Oktober 2011, Pertamina menghentikan pasokan avtur ke Merpati di Surabaya dan Makassar. Hal ini dikarenakan adanya utang pembelian avtur senilai Rp270 miliar, sehingga operasi Merpati di kedua bandara tersebut terhenti.
Total utang Merpati ke Pertamina adalah sebesar Rp550 miliar, yang terdiri dari utang pokok sebesar Rp270 miliar, dan sisanya berupa bunga dan denda.
Namun, beberapa waktu kemudian, operasi Merpati di kedua bandara tersebut dapat berjalan normal kembali.
Pada 2012, Merpati menutup 20 rute yang merugi, meluncurkan situs web dan pusat panggilan baru, serta menjalin kerja sama pengangkutan kargo dengan Pos Indonesia.