sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kontraksi Manufaktur China Berlanjut di November, Apa Artinya Buat Dunia?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
30/11/2022 12:51 WIB
Industri China masih terkontraksi akibat kebijakan lockdown, sementara dunia masih bergantung pada barang-barang produksi negeri Tirai Bambu.
Kontraksi Manufaktur China Berlanjut di November, Apa Artinya Buat Dunia? (Foto: MNC Media)
Kontraksi Manufaktur China Berlanjut di November, Apa Artinya Buat Dunia? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - China baru saja merilis data Indeks manajer pembelian manufaktur resmi atau manufacturing purchasing managers index (PMI) untuk bulan November pada Rabu, (30/11).

PMI negara Tirai Bambu turun menjadi 48,0 pada bulan ini. Angka ini meleset dari ekspektasi ekonom mencapai 49,0 dan tergelincir jauh di bawah bulan lalu sebesar 49,2.

Sektor di luar manufaktur bahkan mengalami kontraksi yang lebih besar, dengan PMI non-manufaktur berada di level 46,7. Meleset dari perkiraan 48 dan turun dari bulan lalu di angka 48,7.

Hal ini membuat aktivitas bisnis secara keseluruhan di negara tersebut terkontraksi lebih jauh. Angka PMI di bawah 50 menunjukkan kontraksi di sektor ini.

Aktivitas ekonomi China yang turun di bawah ekspektasi ini disebabkan oleh lockdown COVID yang diberlakukan rezim Xi Jinping. Kebijakan ini terus menggerogoti pertumbuhan dan memperburuk sentimen di kalangan produsen.

Aktivitas manufaktur China ini menjadi penentu perekonomian negara. Namun kinerjanya terus menurun pada kuartal keempat karena meningkatnya kasus COVID-19 menyebabkan lebih banyak gangguan.

China sekarang bergulat dengan rekor peningkatan kasus COVID-19 harian tertinggi, yang telah mendorong tindakan lockdown di beberapa pusat ekonomi.

Tren ekonomi yang melemah kini menempatkan aktivitas bisnis negara secara keseluruhan di bawah tekanan.

Sementara kekuatan di sektor jasa pada awalnya membantu menjaga aktivitas bisnis secara keseluruhan di wilayah ekspansi, tren ini tampaknya mulai ikutan terdampak.

China juga diguncang oleh protes sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya selama seminggu terakhir. Hal ini karena warga di beberapa kota besar memprotes kebijakan nol-COVID yang ketat dari pemerintah.

Kebijakan tersebut menjadi inti dari kesengsaraan ekonomi China tahun ini.

Pembacaan PMI yang lemah, yang kini telah menyusut untuk bulan kedua berturut-turut, dikhawatirkan akan berdampak pada pertumbuhan PDB yang suram di kuartal keempat.

Tren ekonomi yang memburuk, ditambah dengan protes baru-baru ini, memunculkan spekulasi luas bahwa pemerintah China dipaksa untuk mengurangi kebijakan nol-COVID pada tahun 2023.

Pasar China menguat dalam sesi baru-baru ini atas gagasan itu. Kinerja Yuan juga terpantau naik 0,2% pada hari Rabu meskipun rilis PMI menunjukkan pelemahan.

Sumber Arus Barang Global

Besarnya ekonomi dan sumber daya China menjadikannya pemain penting dalam perdagangan dunia.

“Ini sangat penting bagi ekonomi global,” kata Kerry Brown, peneliti di Chatham House, sebuah lembaga urusan internasional berbasis London.

Mengutip hasil riset McKinsey 2019, China tidak diragukan lagi telah menjadi pemain global utama dalam perdagangan sebagai pemasok dan maupun sebagai pasar.

China menjadi pengekspor barang terbesar di dunia sejak 2009. China juga menjadi negara dengan perdagangan barang terbesar pada tahun 2013, mengalahkan Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya memegang posisi itu.

Perkiraan resmi menunjukkan total ekspor negara tersebut mencapai USD2,641 triliun pada tahun 2019.

Dari 186 negara, China menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi 33 negara dan sumber impor terbesar bagi 65 negara.

Perlambatan ekonomi yang menimpa negeri Tirai Bambu tentu bukan sinyal yang menggembirakan bagi supply chain global.

Beberapa indikator ekonomi utama seperti industrial output, retail sales, dan fixed asset investment yang dirilis biro statistik China pada 15 November lalu menunjukkan perlambatan pertumbuhan.

Tak hanya karena adanya kebijakan zero Covid-19, perekonomian dalam negeri mengalami tekanan dari beberapa faktor, termasuk pasar properti yang melemah, ekonomi global yang lesu, dan tingkat inflasi yang meningkat di pasar luar negeri.

"Pukulan terbesar ekonomi China datang dari kebijakan nol-Covid. Saya tidak melihat protes akan pengubah permainan. Sementara dunia masih bergantung pada China untuk mendapatkan barang-barang terbaik dan termurah,” kata Carl Weinberg, kepala ekonom di perusahaan riset High Frequency Economics, dikutip The New York Times, (30/11).

China sempat menunjukkan pemulihan ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan pada triwulan ke-3 tahun ini.

Ekonomi China naik 3,9% yoy di Q3 tahun 2022. Angka ini melebihi konsensus pasar sebesar 3,4% dan meningkat 0,4% dari pertumbuhan di Q2.

Meski demikian, negeri Tirai Bambu sedang berjuang dalam ekonominya.

Setitik Cahaya Dari Sektor Teknologi

Pada bulan September, output nilai tambah dari perusahaan industri dengan pendapatan tahunan sebesar RMB 20 juta, atau lebih dari USD2,9 juta tumbuh sebesar 5% year-on-year (YoY), meleset dari perkiraan 5,2%.

Dalam sembilan bulan pertama tahun ini, total keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan industri utama adalah 6.244,2 miliar yuan, turun 2,3% yoy.

Sementara, sektor-sektor strategis seperti high-tech dan energi hijau berkinerja kuat dan ekspektasi negara untuk menarik investasi asing terus meningkat.

Meski output sektor industri melambat, tetapi sektor industri high-tech China dilaporkan berkinerja baik.

Mengutip biro statistik nasional China, nilai tambah manufaktur berteknologi tinggi meningkat sebesar 8,7% YoY, atau naik 0,2 poin persentase pada bulan Oktober lalu.

Dalam hal produksi produk ramah lingkungan dan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti kendaraan energi baru, sel surya, dan stasiun pangkalan komunikasi seluler naik masing-masing sebesar 108,4%, 35,6%, dan 19,3% YoY.

Nilai tambah manufaktur teknologi tinggi meningkat 10,6% yoy, meningkat 1,3 poin persentase dari bulan sebelumnya.

Dua dari tiga industri utama mengalami perlambatan pertumbuhan, sementara satu mengalami percepatan.

Di antaranya pertambangan hanya tumbuh sebesar 4% yoy, melambat dari 7,2% di bulan September. Adapun sektor manufaktur tumbuh sebesar 5,2% yoy dibandingkan dengan 6,4% bulan sebelumnya.

Sementara di sektor produksi dan pasokan listrik, pemanas, gas, dan air tumbuh sebesar 4 % yoy, meningkat dibanding bulan sebelumnya 2,9%.

Sektor-sektor tertentu masih melihat pertumbuhan month to month (mtm) yang signifikan meskipun terjadi perlambatan secara keseluruhan. Di antaranya, kendaraan energi baru naik 84,8% yoy dan baterai litium tumbuh sebesar 142,6% yoy.

Di sektor jasa, indikator produksi sektor jasa utama masih tumbuh positif. Jasa yang berkaitan dengan perangkat lunak, dan layanan IT tumbuh 9,2% yoy dibanding bulan September. Industri keuangan juga tumbuh 6,4% pada Oktober.

Sementara itu, antara Januari hingga Oktober 2022, pendapatan operasional perusahaan jasa tumbuh 4,7% persen dari periode yang sama tahun lalu. (ADF)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8
Advertisement
Advertisement