"Ekspor kita akan terdampak, komoditas kita terkena, impor kita juga mungkin akan terpengaruh, juga investasi terpengaruh. Ini berkaitan dengan risiko keduanya, yaitu inflasi negara maju meski menunjukkan penurunan tapi masih di atas," jelasnya.
Dari kunjungannya ke Spring Meeting dan ASEAN+3 beberapa waktu lalu, hasil asesmen yang diperoleh dari bank sentral negara-negara maju adalah mereka khawatir mengenai inflasi dan inflasi intinya masih tinggi.
"Itu artinya tadi mereka masih akan suku bunganya tinggi, ataupun kalau tadi sudah mencapai ujung, dia tetap bertahan di level itu sampai mereka bisa meyakinkan bahwa inflasinya sudah mereda. Ini berpotensi membuat pelemahan ekonomi global bertahan hingga kuartal II dan kedepannya," terang Sri Mulyani.
Dia menekankan, dengan pelemahan tadi, inflasi dan suku bunga yang relatif tinggi di negara maju, maka harga komoditas juga terkoreksi. "Ini imbasnya ke rambatan ekonomi nasional kita, misal harga komoditas batu bara, nikel, semuanya juga mengalami koreksi. Dan ujungnya, kalau di AS dihadapkan situasi trade-off antara stabilisasi harga, yaitu mengendalikan inflasi, versus stabilitas sektor keuangan yaitu performa bank, ini yang harus kita waspadai," jelasnya.