IDXChannel - Kinerja sektor perperti di China nampaknya sedang redup pada tahun ini. Kondisi ini terjadi usai perusahaan pengembang Shimao Group Holdings Ltd gagal membayar surat utang senilai USD1 miliar atau setara dengan Rp14,96 triliun (Rp14.957 per USD).
Dilaporkan oleh Bloomberg, Senin (4/7/2022), kejadian ini sekaligus menjadi defaukt pertama yang terjadi pada obligasi publik. Meski demikian, ini adalah salah satu kasus gagal bayar yang dilakukan Shimao di mana perusahaan tersebut berutang USD5,5 miliar pada obligasi luar negeri yang beredar.
Shimao, pengembang yang membangun hotel berbintang lima di bekas area tambang yang ditinggalkan, pernah dianggap sebagian besar kebal terhadap kejadian serupa yang melanda perusahaan sejenis seperti China Evergrande Group dan Sunac Group Holdings Ltd.
Pengembang terbesar ke-14 di negara itu berdasarkan penjualan kontrak, diketahui tengah mendapatkan sorotan atas kesehatan keuangannya sejak akhir tahun lalu, dengan tekanan di industri yang berdampak pada semakin meluasnya peta persaingan.
"Penularan telah menyebar dari Evergrande ke Sunac dan sekarang Shimao. Itu menimbulkan kekhawatiran kami bahwa tingkat krisis utang berada di luar imajinasi pengamat pasar mana pun," kata analis Bloomberg Intelligence, Kristy Hung. "
Shimao juga diketahui belum melakukan pembayaran pokok yang melibatkan beberapa utang luar negeri lainnya, namun telah menjalin komunikasi dengan kreditur ketika mencoba untuk mencapai "resolusi damai," katanya dalam pengajuan pertukaran Hong Kong.
Jika tidak bisa, “kreditur mungkin berhak menuntut percepatan pelunasan” dan mengambil tindakan penegakan, menurut perusahaan.
Tidak ada masa tenggang untuk prinsipal pada obligasi USD1 miliar dolar perusahaan, menurut surat edaran penawaran.
Shimao sendiri telah mencoba menghindari default dengan menawarkan proposal rencana perpanjangan dengan menunjukkan situasi keuangan perusahaan yang lemah untuk memenuhi jadwal pembayaran utangnya dan perlunya rencana restrukturisasi utang secara keseluruhan.
"Default diharapkan dengan baik setelah perusahaan melewatkan pembayaran obligasi swasta dolar dan menunda pembayaran utang dalam negeri," jelas ahli strategi kredit senior Asia di ANZ Bank China, Ting Meng.
“Karena ketidakpastian pasar atas pembiayaan kembali utang dan kondisi operasi dan pendanaan yang umumnya menantang, grup mengalami perkembangan negatif pada peringkat kreditnya dan terjadinya pembayaran pokok utang luar negeri tertentu,” pinta Shimao dalam pengajuannya.
Dalam sebuah pernyataan terpisah, mereka telah menjual hampir 20 proyek properti lagi untuk mengumpulkan uang. Sekaligus berharap agar dapat mempercepat arus kas masuk dari penjualan properti karena pasar properti menunjukkan tanda-tanda rebound. Penjualan rumah baru naik sekitar 31% pada Juni dari Mei di 30 kota utama China, menurut China Real Estate Information Corp. (TYO)