IDXChannel - Tahun 2023 telah berakhir, dan kini seluruh warga dunia akan menyambut tahun baru 2024. Dalam kalender China, tahun 2024 adalah tahun Naga Kayu.
Analis Panin Sekuritas, Hosianna E. Situmorang menjelaskan, perlambatan ekonomi di global cenderung tidak dapat terhindarkan. Hal ini dikarenakan dampak lanjutan dari tingginya suku bunga yang telah terjadi dan mendorong ternormalisasinya permintaan dan kenaikan upah tenaga kerja.
"Tercermin dari catatan inflasi AS yang telah turun ke 3,1% YoY per November 2023, dan inflasi inti AS merosot ke 4% YoY, di mana posisi inflasi inti ini telah turun ke level terendahnnya dalam dua tahun terakhir," kata dia dalam risetnya, Jakarta, dikutip Minggu (31/12/2023).
Penurunan inflasi di global, sambungnya, juga turut dipengaruhi oleh berakhirnya supply-chain disruption. Namun sinyal perlambatan di AS ini, terindikasi dari perlambatan job openings yang terus melambat di sepanjang 2023.
Selain itu, AS ISM Manufacturing yang mengindikasikan akan prospek perekonomian yang melambat, di mana indeks ini masih terus terkontraksi sejak tren kenaikan suku bunga The Fed di 2022,
Sementara, indikasi perlambatan juga masih datang dari prospek pemulihan ekonomi China yang masih tertahan, terpantau dari perkembangan PMI Manufacturing yang masih berfluktuasi di zona ekspansif dan kontraksi.
Yang menjadi perhatian, diakui Hosianna, adalah posisi dari new orders dan new export order dari komponen penyusun PMI Composite yang masih cenderung terkontraksi di level 48.
Di samping itu, menurutnya, harga komoditas masih akan lemah seiring perlambatan di global. Meski memang, dari arah kenaikan suku bunga yang sudah puncak dan menyongsong potensi pemangkasan suku bunga, maka telah mendorong penguatan harga emas kembali ke level USD2.000-an per troy ons, dan sempat mencetak rekor tertinggi baru ke USD2.100 per troy ons.
"Implikasi dari perkiraan harga komoditas yang cenderung hanya akan bergerak moderat, namun terpantau kinerja perekonomian di emerging country tetap solid," paparnya.
Hal ini, lanjutnya, terindikasi dari rilis kinerja PMI Manufacturing yang mayoritas berada di zona ekspansif, di tengah rilis pertumbuhan ekonomi yang bervariasi, di mana sebagian berhasil mengalami akselerasi pertumbuhan, seperti India tumbuh 7%, Mexico tumbuh 3,3%; Rusia tumbuh 5,5%; dan Nigeria tumbuh 3,1%.
"Meski konsensus suku bunga di global dovish, potensi krisis masih terjadi. Kekhawatiran ini, terindikasi dari rilis perekonomian Eropa yang diperkirakan kembali terkontraksi berturut-turt dalam tiga kuartal, termasuk pada kuartal IV-2023," terangnya.
"Pemulihan perekonomian China yang masih belum signifikan, serta adanya probabilitas krisis di AS dalam 12 bulan ke depan yang mencapai 52%," Hosianna menambahkan.
Meski demikian, secara keseluruhan, dia melihat prospek perekonomian lebih menuju soft-landing. Dalam kondisi ini, Hosianna bilang, perekonomian global melambat, di mana perkiraannya oleh World Bank pertumbuhan global di 2024 dapat melambat ke 2,9% (2023 sebesar 3%), AS melambat ke 1,5% (2023 sebesar 2,1%), dan negara berkembang di Asia melambat ke 4,8% (2023 sebesar 5,2%).
Sementara prospek kinerja erekonomian AS, China, dan Jepang tetap dapat positif secara kuartal di 2024.
Proyeksi Ekonomi RI di 2024
Menurut Hosianna, prospek perekonomian domestik solid meski berpotensi sedikit melambat. Sinyal perlambatan ini terindikasi dari rilis pertumbuhan ekonomi per kuartal III-2023 yang sedikit di bawah konsensus dan melambat ke 4,94% YoY (Cons tumbuh 5% dan kuartal II-2023 sebesar 5,17%).
"Kami melihat laju konsumsi juga relatif flat. Dampak kenaikan suku bunga BI sebanyak 25 bps menjadi 6% dalam rangka menjaga nilai tukar cenderung menjadi pemberat, terlebih kebijakan fiskal untuk belanja pemerintah yang terkontraksi 4,7% YoY, defisit APBN hanya sebesar 0,03% dari PDB atau Rp700 miliar per Oktober 2023," tuturnya.
Ke depan, kata dia, arah suku bunga di global dapat turun di akhir semester I-2024, maka akselerasi aktivitas perekonomian cenderung di semester II-2024.
"Kemungkinan adanya penurunan suku bunga The Fed ke kisaran 4,5%-3,75% akan berdampak positif ke perekonomian domestik. Bank Indonesia (BI) juga dapat memangkas suku bunganya hingga ke 5,25% seiring stabilnya nilai tukar di Rp15.500 per USD di tengah arah pertumbuhan ekonomi domestik yang diperkirakan berkisar 4,9%-5,1%," imbuh Hosianna.
(FAY)