Sedikit menggeser tantangan dari urusan makro ekonomi, Didi mengatakan salah satu yang masih menjadi PR dalam mendukung pertumbuhan industri konstruksi adalah objektivitas dalam memilih tender, khususnya untuk pengerjaan yang ada di daerah-daerah. Sebab hal tersebut yang terkadang luput dari perhatian pusat. Padahal mekanisme pengadaan jasa melalui pengadaan elektronik atau online, namun yang terjadi dilapangan kadang tidak se- transparan yang diceritakan.
"Like and dislike pasti ada lah (dalam memilih kontraktor), itu akan mempengaruhi siapa yang mendapat pekerjaan di daerah, itu sudah umum, tidak perlu ditutupi, misal si ini orang pak bupati, itu bukan, itu menajdi hambatan bagi dunia konstruksi," kata Didi.
Didamping itu munculnya kontraktor asing juga menjadi tantangan bagi para pelaku konstruksi dalam negeri sendiri. Hal tersebut yang menurut Didi perlu perhatian khusus dari pemerintah, sebab kontraktor dari luar membawa modal yang cukup kuat, muali dari keuangan, hingga teknologi yang dibawa. Dalam hal ini Didi tengah menanti keberpihakan pemerintah terhadap pelaku jasa konstruksi anak bangsa agar dapat bersaing dengan pelaku dari luar.
Pada tahun 2023, Didi sebagai pelaku di industri jasa konstruksi mengharapkan pemerintah di eksekutif dan legislatif bisa mengajak para pelaku konstruksi berdiskusi bersama untuk bersama mencari solusi untuk pertumbuhan industri konstruksi.
"Ayolah kita mengobrol, kalau ada kontraktot baik kasih dia pekerjaan, kalau ada kontraktor nakal, hukum dia, kita punya Komisi V DPR RI, ada LKPP ada Kementerian PUPR, Bappenas, Kemenko Perekonomian, kita bahas untuk memajukan industri konstruksi tahun ini," pungkasnya. (RRD)