IDXChannel - Ketua Umum Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Fiki Satari mengapresiasi adanya arahan langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait maraknya bisnis pakaian bekas impor. Bisnis tersebut sangat mengganggu industri tekstil di Tanah Air.
"Saya merasa sangat berbahagia saat Presiden Joko Widodo dan Menteri Koperasi & UKM Teten Masduki kompak untuk tegas menolak praktik thrifting pakaian bekas impor ilegal. Bagi saya, ini sebuah kabar baik, peluang bagi UMKM fashion lokal untuk tumbuh," jelas dia dalam keterangan resmi, Senin (20/3/2023).
Ia menjelaskan, komunitasnya sudah berusaha untuk membangkitkan industri clothing yang masih dalam skala UMKM bersama rekan-rekan pelaku lainnya di Bandung. Selama puluhan tahun pihaknya membangun dan membina ekosistem industri clothing. Namun penjualan pakaian bekas impor, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bisnis di daerah.
"Thrifting memicu terjadinya pakaian jadi secara ilegal dan underpriced. Sehingga tidak memberikan peluang yang sama terhadap produsen dan produk tekstil Indonesia. Impor pakaian bekas bisa menimbulkan masalah lingkungan seperti kejadian di Chile yang setiap tahunnya menerima 59.000 ton pakaian bekas impor dari negara-negara Asia, Amerika, dan Eropa. Namun hanya 20.000 ton yang laku dijual kembali dan sisanya menjadi sampah," jelas dia.
Ia menjelaskan, sejak dulu hingga sekarang fighting spirit para pegiat UMKM dan jenama lokal masih sama yaitu pantang mengalah dari produk luar.
"Maka dari itu, ketika pemerintah sepakat untuk menghentikan impor pakaian bekas, saya melihat adanya harapan untuk dapat memacu produk UMKM supaya lebih unjuk gigi. Kami (berusaha) tidak mau kalah dengan barang (bekas) dari luar," ujar dia.
Ia menilai, pakaian bekas impor bermerek mengancam brand lokal yang banyak dikembangkan UMKM. Padahal, UMKM saat ini menjadi penopang ekonomi masyarakat. Secara spesifik ia menyebut porsi terbesar formasi pelaku usaha di Indonesia yaitu 99,7%, sebagai penyerap terbesar tenaga kerja di Indonesia hingga 97%, dan kontributor atas 60,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
"Sekuatnya angka-angka di atas mengindikasikan bahwa tantangannya pun multidimensional, tidak hanya dari satu sumber, dan tidak akan bisa tersolusikan hanya dengan satu intervensi, program, kebijakan, atau pendekatan," terang dia.
Maka dari itu, penjualan pakaian bekas impor bukan upaya mengusik warga penggemar kultur berbelanja barang bekas. Langkah ini merupakan bagian dari konstelasi besar upaya bersama dalam melindungi dan menumbuhkan UMKM Indonesia.
"Ini merupakan upaya mendorong proteksi UMKM Indonesia atas praktik crossborder ilegal atau penjualan ritel secara langsung lintas negara. Agar jauh dari strategi predatory pricing yang begitu mematikan bagi UMKM produsen lokal, khususnya para pengrajin dan penjual pakaian muslim," kata dia.
Perlindungan terhadap UMKM juga pernah dilakukan oleh Kemenkop UKM dengan mendorong pelarangan masuk belasan kategori produk impor crossborder dari China melalui digital marketplace pada bulan Mei tahun 2021.
Langkah ini terbukti berhasil meningkatkan omset produk UMKM lokal pada kategori produk yang sama. Kejadian ini turut pula menggarisbawahi krusialnya pengaturan harga batas terendah yang boleh diimpor dan penghentian retail online langsung dari luar tanpa izin dalam negeri.
Sampai saat ini, KemenkopUKM terus berjalan dengan menggandeng Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam mendorong revisi Permendag 50 Tahun 2020 agar praktik serupa terus ditekan dan di manage dengan baik. Bukan, ini bukan tentang menyuapi UMKM sehingga jauh dari kata mandiri, ini adalah keberpihakan negara dalam memberikan kesempatan setara untuk berjuang bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia.
Tidak berhenti di situ, pemerintah mendorong 40% belanjanya dialokasikan semata-mata untuk UMKM. Saat ini sudah terdapat 3,4 juta produk lokal yang terdaftar dalam e-katalog LKPP. Pemerintah menargetkan pada tahun 2023 realisasi belanja produk dalam negeri mencapai sebesar 95 persen atau senilai Rp1,171 triliun.
Apakah pendekatan ini lalu mematikan para pegiat impor? Justru tidak, hal ini merupakan dorongan bagi para importir untuk mengajak mitra globalnya membuat produk di dalam negeri, sebagai upaya distribusi produk impor.
Ia menjelaskan, kondisi ini bukan hanya terjadi pada jenis produk pakaian jadi. Ujungnya tentu saja menciptakan lapangan kerja di dalam negeri, yang secara masif meningkatkan proporsi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sehingga terus memperkokoh kedaulatan bangsa.
"Maka dari itu patut disayangkan jika isu thrifting tidak dilihat secara utuh. Komitmen dan ketegasan pemerintah dalam menyetop impor pakaian bekas adalah bagian dari upaya holistik negara dalam membersamai UMKM-nya, menuju kejayaan jenama-jenama lokal Indonesia yang sejatinya memang sangat menjanjikan," jelasnya
Lebih lanjut dia menambahkan sudah ada banyak sekali jenama fashion lokal yang kualitasnya tidak patut diragukan, seperti: Danjyo Hiyoji, Sejauh Mata Memandang, Cotton Ink, Monday to Sunday, Monstore, Nikicio, Toton, Et cetera, Major Minor, Rêves Studio, Erigo, Ssst.id, dan lain-lain, yang bahkan sudah merambah pasar global.
"Rasanya, dengan opsi sebanyak itu, bukankah lebih baik kita bergandengan tangan melindungi dan mempromosikan produk UMKM lokal kita?," tandasnya.
(SLF)