"Maka dari itu, ketika pemerintah sepakat untuk menghentikan impor pakaian bekas, saya melihat adanya harapan untuk dapat memacu produk UMKM supaya lebih unjuk gigi. Kami (berusaha) tidak mau kalah dengan barang (bekas) dari luar," ujar dia.
Ia menilai, pakaian bekas impor bermerek mengancam brand lokal yang banyak dikembangkan UMKM. Padahal, UMKM saat ini menjadi penopang ekonomi masyarakat. Secara spesifik ia menyebut porsi terbesar formasi pelaku usaha di Indonesia yaitu 99,7%, sebagai penyerap terbesar tenaga kerja di Indonesia hingga 97%, dan kontributor atas 60,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
"Sekuatnya angka-angka di atas mengindikasikan bahwa tantangannya pun multidimensional, tidak hanya dari satu sumber, dan tidak akan bisa tersolusikan hanya dengan satu intervensi, program, kebijakan, atau pendekatan," terang dia.
Maka dari itu, penjualan pakaian bekas impor bukan upaya mengusik warga penggemar kultur berbelanja barang bekas. Langkah ini merupakan bagian dari konstelasi besar upaya bersama dalam melindungi dan menumbuhkan UMKM Indonesia.
"Ini merupakan upaya mendorong proteksi UMKM Indonesia atas praktik crossborder ilegal atau penjualan ritel secara langsung lintas negara. Agar jauh dari strategi predatory pricing yang begitu mematikan bagi UMKM produsen lokal, khususnya para pengrajin dan penjual pakaian muslim," kata dia.