IDXChannel - Pemerintah diminta berhati-hati dan tidak gegabah dalam membahas penerapan konsep power wheeling di masyarakat.
Pasalnya, konsep yang membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk membangun pembangkit dan memproduksi listriknya (Independent Power Producer/IPP) sendiri dan kemudian menjualnya secara langsung ke masyarakat itu berpotensi justru memicu kenaikan tarif listrik secara nasional.
"Banyak yang berkepentingan dengan isu power wheeling. Misalnya kepentingan asing yang ingin menguasai sektor ketenagalistrikan, dengan mendapat pinjaman transmisi yang dimiliki oleh negara. Dengan demikian, tarif listrik bisa berisiko naik," ujar Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng, Kamis (16/11).
Menurut Salamudin, pihak swasta tidak mungkin membangun jaringan karena mahal, sehingga mereka pasti menyambut baik adanya penerapan konsep power wheeling.
"Dengan adanya skema itu, swasta dapat menggunakan jaringan negara tanpa harus berinvestasi untuk menjual listrik dari pembangkit mereka kepada konsumen secara langsung," tutur Salamudin.
Konsep power wheeling sendiri dalam pandangan Salamudin, sudah terbukti salah karena berisiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.
"Padahal secara undang-undang, isu ketenagalistrikan harus terintegrasi dan dikuasai negara untuk kepentingan rakyat," ungkap Salamudin.
Tidak hanya itu, Salamudin memaparkan adanya risiko tambahan beban APBN juga dapat muncul karena adanya potensi tambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling yang bersumber dari energi terbarukan yang bersifat intermiten.
Belum lagi, kondisi listrik di Tanah Air mengalami oversupply. Diketahui, untuk kelebihan listrik 1 Gigawatt (GW) saja, biaya yang harus dikeluarkan tax payers melalui kompensasi atas konsekuensi skema Take or Pay bisa mencapai Rp3 triliun per GW.
Untuk itu, Salamudin menegaskan bahwa pemerintah dan DPR harus hati-hati soal klausul power wheeling dalam RUU EBET. Klausul tersebut sudah di-drop pada awal tahun ini, dan sempat muncul lagi tiga bulan berikutnya.
Dalam sejarah pembahasan RUU berkaitan dengan energi, paparnya, klausul power wheeling selalu dipaksa masuk oleh pengusaha-pengusaha itu.
"Dulu saat pembahasan draft RUU Energi sudah ditolak, ini di pembahasan RUU EBET masih berusaha dimasukkan lagi," ungkap Salamudin.
Diketahui, power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung. (TSA)