sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pengamat: Kenaikan Harga BBM Jadi 'Pil Pahit' untuk Kesehatan Fiskal Negara

Economics editor Taufan Sukma/IDX Channel
29/08/2022 10:29 WIB
kenaikan harga minyak dunia membuat anggaran subsidi pemerintah semakin membengkak bila harus mempertahankan harga jual seperti kondisi saat ini.
Pengamat: Kenaikan Harga BBM Jadi 'Pil Pahit' uUntuk Kesehatan Fiskal Negara (foto: MNC Media)
Pengamat: Kenaikan Harga BBM Jadi 'Pil Pahit' uUntuk Kesehatan Fiskal Negara (foto: MNC Media)

Artinya, harus ada produk BBM yang disubsidi agar tidak sama dengan harga pasar. Produk disubsidi itu berupa minyak tanah, pertalite, solar, dan elpiji tabung tiga kilogram.

"Jadi Pertamax itu di atas kertas bukan BBM bersubsidi. Namun faktanya harga pertamax saat ini masih dijual di bawah harga keekonomian. (Cara) Ngeceknya gampang. Bandingkan harga BBM Ron 92 dengan harga BBM sejenis yang dijual SPBU swasta. Itu selisihnya lumayan," tutur Kholid.

Kondisi ini semakin rumit ketika pada produk yang sama memiliki dua harga, seperti yang terjadi pada solar subsidi dan solar non subsidi dan juga elpiji. Lalu juga harga BBM Oktan 90 (Pertalite) yang dijual jauh di bawah harga produk sejenis yang dijual SPBU swasta. Secara rasional, orang hampir pasti akan membeli produk dengan harga yang lebih murah.

"Logikanya, kalau ada yang murah, kenapa beli yang mahal? Konsekuensinya subsidi jadi tidak jatuh yang berhak. Orang-orang kaya pakai elpiji tabung tiga lg. Punya mobil tapi pakai pertalite dan biosolar. Pengusaha ikan tangkap, pemilik kapal-kapal besar, pakainya solar subsidi. Ini yang jadi masalah," keluh Kholid.

Klaim tersebut didasarkan Kholid pada Riset Badan Kebijakan FIskal (BKF) yang menyebut 60 persen masyarakat terkaya menikmati 79,3 persen persen BBM subsidi. Sedangkan 40 persen masyarakat terbawah hanya emnikmati 20,7 persen.

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement