"Nah sudah 2 tahun ini semakin jauh dan ini juga fokus besar kita karena kita tidak memaksimalkan berkah harga komoditas yang saya kira tidak berlangsung lama," dia menambahkan.
Hendra melanjutkan, disparitas semakin menjadi beban pada saat kenaikan tarif royalti baru mulai diberlakukan.
"Bagi IUPK dari awal 2022 itu mulai diterapkan kalau IUP bahkan sampai 13,5 persen yang tertinggi, yang tadinya paling tnggi 7 persen sekarang 13,5 persen," ujarnya.
"Dan bagi IUPK yang tadinya 13,5 persen bagi pemegang PKP2B yang dikonversi sudah habis izinnya dan dikonversi jadi IUPK tarifnya, bahkan 28 persen. Nah ini jadi beban bagi pelaku usaha," tutur Hendra.
Hendra mengaku, pihaknya menyerahkan ke pemerintah skema yang terbaik karena penambang sudah membayar kewajiban PNBP termasuk royalti, pajak dan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan regulasi.