IDXChannel - Perang Hamas-Israel yang kini kian memanas dinilai akan memicu kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun, kenaikan itu diperkirakan akan terbatas.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, konflik di Timur Tengah itu bisa mengerek harga minyak mentah ke level USD90-USD92 per barel. Dengan asumsi eskalasi konflik meluas dan melibatkan berbagai negara lain.
Adapun saat ini di pasar spot, harga minyak berkisar USD83-USD84 per barel.
"Meski naik, tetapi belum mampu menandingi harga saat krisis minyak mentah 1973 yang saat itu menembus rekor kenaikan tertinggi dari USD2 per barel menjadi USD11 per barel atau naik 450%," jelasnya kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (17/10/2023).
Bhima menuturkan, faktor politik dan keamanan memang punya andil naik atau turunnya harga minyak mentah dunia. Namun, pasar minyak akhir-akhir ini juga cenderung mengalami anomali pasokan dan permintaan sekaligus.
Katanya, beberapa faktor yang membuat harga minyak tidak seliar 1973 adalah relaksasi pembatasan ekspor minyak dari Rusia yang diperkirakan menambah pasokan minyak global. Kemudian, belum jelasnya pemangkasan produksi minyak yang masih dibahas pada pertemuan Saudi Arabia dan Rusia pada November 2023.
Menurut Bhima, beberapa banyak produksi yang dipangkas juga masih menjadi teka-teki. Kemudian, faktor lain adalah dolar AS yang menguat menjadi kabar buruk bagi pemain komoditas minyak.
"Karena kekhawatiran banyak negara importir minyak mengurangi permintaan impor karena selisih kurs," jelas dia.
Dia menambahkan, China sebagai negara konsumen energi yang besar sedang mengalami perlambatan ekonomi hingga 2024, dengan outlook pertumbuhan ekonomi 4,4% atau di bawah proyeksi Indonesia yang sebesar 5%. "Industri di China tidak sedang ekspansi sehingga mempengaruhi demand minyak global," pungkasnya.
(YNA)