IDXChannel - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengungkapkan, saat ini kedelai lokal masih menghadapi banyak tantangan. Baik secara harga, kualitas, maupun produktivitas.
“Terdapat beberapa masalah dalam pengelolaan kedelai di Tanah Air. Yang pertama adalah merosotnya produksi kedelai lokal setiap tahunnya,” ujar Azizah melalui keterangan resminya, Jumat (9/9/2022).
Dia mengatakan, produksi kedelai domestik kian merosot tiap tahunnya. Berdasarkan data USDA, Indonesia menghasilkan 580.000 ton kedelai di tahun 2015 dan merosot 18 persen menjadi hanya 475.000 ton pada tahun 2020.
Sementara data yang dihimpun CIPS melalui Food Monitor, penurunan ini berbanding terbalik dengan jumlah total konsumsi nasional pada 2020 yang meningkat sebesar 15 persen mencapai 3.283.000 juta ton dari total konsumsi 2015 yang berjumlah 2.854.000 juta ton.
Menurut Azizah, beberapa pemicu utama kemerosotan produksi adalah penurunan luas lahan pertanian kedelai hingga masih digunakannya cara konvensional dalam penanaman dan pembudidayaan yang menyebabkan mandeknya peningkatan kuantitas produksi.
Luas panen kedelai dari tahun 2015 – 2021 juga menurun sebesar 20,45 persen, dari 440.000 hektar menjadi 350.000 hektar.
Selanjutnya adalah minimnya modernisasi pertanian kedelai yang menyebabkan rendahnya produktivitas.
"Meningkatkan produktivitas kedelai di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Selain penurunan luas lahan panen kedelai, rendahnya minat petani untuk menanam kedelai juga menjadi kendala," papar Azizah.
Kata dia, kedelai hingga saat ini masih dianggap sebagai tanaman penyeling karena dianggap kurang menguntungkan dibandingkan dengan tanaman pangan lain, seperti jagung dan padi. Petani kedelai di Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa ongkos produksi tidak sebanding dengan harga jualnya.
“Inkonsistensi ini menyebabkan input pertanian yang digunakan belum tentu bekerja dengan maksimal sehingga kedelai yang ditanam tidak menghasilkan panen sebagaimana yang diharapkan,” tambah Azizah.
Selain minat dan keuntungan yang rendah, petani kedelai juga dihadapkan pada tantangan iklim.
Dia menerangkan, iklim tropis di Indonesia secara umum tidak terlalu cocok untuk kedelai yang hanya tumbuh subur di daerah sub-tropis seperti di Amerika Serikat, salah satu produsen terbesar dan eksportir utama kedelai ke Indonesia.
Para pemangku kepentingan, terutama pemerintah, perlu memperhatikan tantangan pada rentannya rantai pasok kedelai impor, serta perbaikan kuantitas dan kualitas produksi kedelai lokal.
"Fokus utama pemerintah sebaiknya adalah mempercepat proses revitalisasi dan penguatan rantai pasok kedelai dalam negeri," ucapnya.