sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Relevansi G20 di Tengah Gejolak Geopolitik dan Deglobalisasi Perdagangan

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
12/11/2022 07:00 WIB
Kondisi ekonomi global yang penuh guncangan, hingga pecahnya perang senjata menjadikan harapan Recover Together, Recover Stronger semakin mendapat tantangan.
Relevansi G20 di Tengah Gejolak Geopolitik dan Deglobalisasi Perdagangan. (Foto: MNC Media)
Relevansi G20 di Tengah Gejolak Geopolitik dan Deglobalisasi Perdagangan. (Foto: MNC Media)

Pada kuartal kedua tahun 2022, PDB Meksiko dan Afrika Selatan tercatatkan lebih rendah dari tingkat pra-pandemi yakni pada Q4 2019.

Di Meksiko, PDB belum melampaui level Q4 2019, 1,1% lebih rendah dari sebelum pandemi.

Di Afrika Selatan, terjadi penurunan 0,7% pada Q2 2022 dan membawa PDB negara itu kembali ke level 0,5% di bawah level Q4 2019.

Kondisi ini mencerminkan ekonomi G20 sedang tidak baik-baik saja. KTT G20 diharapkan dapat menelurkan output nyata untuk merespon hal ini dengan serius.

Ancaman Konflik Rusia-Ukraina bagi Ekonomi

Rusia menjadi salah satu negara G20 yang membuat ‘kekacauan’ belakangan ini. Perang yang disulut oleh invasi tentara Rusia ke Ukraina, negara sebangsanya, telah membuat ekonomi dunia morat-marit.

Skala dampak konflik ini terbukti cukup meluas mengingat kedua negara adalah penghasil komoditas penting dunia seperti pangan dan energi.

Negara yang paling kocar-kacir adalah yang ada di benua Eropa, setelah akhirnya pasokan gas alam--penopang kehidupan Eropa--dari negeri Beruang Merah terpaksa dihentikan.

Rusia adalah pengekspor gas alam terbesar ke Uni Eropa pada 2019 dan 2020, mewakili lebih dari 40% impor wilayah tersebut.

Kondisi ini sebenarnya telah dimulai sejak meredanya pandemi Covid-19 di mana permintaan energi kembali meningkat namun suplai yang belum sepenuhnya memenuhi permintaan pasar.

Terlebih, gas alam tidak hanya mewakili seperlima dari listrik Eropa tetapi juga digunakan untuk pemanasan dan memasak.

Banyak analisis menunjukkan, dampak perang Rusia-Ukraina akan meningkatkan risiko geopolitik global. Secara historis, peningkatan risiko geopolitik telah dikaitkan dengan efek negatif yang cukup besar pada aktivitas ekonomi global. (Lihat grafik di bawah ini)

Setelah perang Irak, konflik Rusia-Ukraina menyebabkan kenaikan indeks risiko geopolitik yang berdampak signifikan pada ekonomi global.

Investor, pelaku pasar, dan pembuat kebijakan memperkirakan bahwa perang akan membebani ekonomi global seperti akan terus mendorong inflasi dengan potensi peningkatan tajam dalam kondisi ketidakpastian.

Temuan utama bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) menunjukkan bahwa peningkatan risiko geopolitik yang terlihat sejak invasi Rusia ke Ukraina akan memiliki efek makroekonomi yang tidak dapat diabaikan pada tahun 2022.

Dampak perang ini cukup terasa menyebabkan gejolak di pasar komoditas dan pasar keuangan sejak awal konflik.

Dibandingkan dengan kondisi tanpa perang, konflik antara Rusia-Ukraina ini mengurangi tingkat PDB global sekitar 1,5% dan menyebabkan kenaikan inflasi global sekitar 1,3 poin persentase.

Efek merugikan dari risiko geopolitik menurut The Fed dapat dilihat melalui sentimen konsumen yang lebih rendah, harga komoditas yang lebih tinggi, dan kebijakan keuangan yang lebih ketat. Hal ini cukup mempengaruhi pertumbuhan GDP global dan tingginya inflasi. (Lihat grafik di bawah ini)

Menurut Corrado Macchiarelli, manajer riset Global Macroeconomics di National Institute of Economic and Social Research menemukan, perang ini akan berdampak signifikan terhadap terganggunya rantai pasok global.

Rusia dan Ukraina adalah pemasok penting komoditas tertentu, termasuk titanium, paladium, hingga komoditas pangan seperti gandum, dan jagung.

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement