Menurut Yeta, dibandingkan BRICS, urgensi Indonesia untuk bergabung dengan OECD jauh lebih tinggi, sejalan dengan upaya Indonesia menuju negara maju. Selain itu mengingat grup OECD memiliki anggota yang lebih besar sehingga dirasa lebih penting karena Indonesia perlu mendiversifikasi mitra yang lebih luas selain dari China.
"Energi dan fokus pemerintahan baru jika harus bergabung dalam banyak kerja sama multilateral akan sangat mahal termasuk soal biaya keanggotaan. Jauh lebih efektif fokus ke kemitraan yang sudah ada," katanya.
Sebagai informasi, minat Indonesia bergabung BRICS ini terungkap dari penyampaian surat ketertarikan atau expression of interest oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia pada Kamis (24/10/2024).
Perlu diketahui, sejatinya pada 2023 lalu, Indonesia memang telah mendapatkan tawaran dari BRICS untuk bergabung. Namun, saat itu, Presiden RI ke-7 Joko Widodo mengaku akan mengkaji lebih dahulu manfaatnya dan menyatakan tidak ingin tergesa-gesa dengan tawaran tersebut.
(Dhera Arizona)