sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Seberapa Efektif 15 Paket Insentif PPN 12 Persen Topang Daya Beli Masyarakat?

Economics editor Dhera Arizona Pratiwi
08/01/2025 22:22 WIB
Pemerintah menggelontorkan paket insentif kebijakan di bidang perekonomian imbas PPN naik menjadi 12 persen. Kebijakan ini menelan anggaran Rp38,6 triliun.
Seberapa Efektif 15 Paket Insentif PPN 12 Persen Topang Daya Beli Masyarakat? (Foto MNC Media)
Seberapa Efektif 15 Paket Insentif PPN 12 Persen Topang Daya Beli Masyarakat? (Foto MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah menggelontorkan stimulus atau paket insentif kebijakan di bidang perekonomian imbas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Kebijakan ini menelan anggaran senilai Rp38,6 triliun.

Totalnya ada sebanyak 15 paket insentif, berupa pembebasan hingga keringanan pajak untuk berbagai lapisan masyarakat dan dunia usaha, hingga pemberian bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram (kg) dan diskon tarif listrik 50 persen selama dua bulan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, sesuai amanah Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah akan memberlakukan tarif PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari reformasi perpajakan.

“Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ujarnya dalam Konferensi Pers terkait Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Sejumlah pakar dan pengamat ekonomi menyoroti kebijakan pemerintah tersebut, terutama paket insentif bagi rumah tangga berpenghasilan rendah. Sebab, hanya bersifat sementara yakni dua bulan (Januari-Februari 2025).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai stimulus yang diberikan selama dua bulan terlalu singkat untuk menghadapi efek lanjutan dari kenaikan PPN terhadap konsumsi rumah tangga.

Namun, stimulus tersebut juga dapat memberikan dampak sementara yang signifikan untuk menjaga daya beli, terutama dalam menghadapi awal tahun yang biasanya penuh tantangan ekonomi.

“Stimulus tersebut efektif sebagai mitigasi jangka pendek, tetapi untuk mempertahankan momentum konsumsi hingga akhir 2025, perlu evaluasi apakah kebijakan serupa perlu diperpanjang atau diimbangi dengan langkah lain seperti subsidi energi atau insentif pajak tambahan,” ujar Josua dalam keterangannya kepada IDXChannel, ditulis Rabu (8/1/2025).

Secara umum, kata Josua, stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah dirancang cukup komprehensif untuk menjaga daya beli di tengah kenaikan PPN.

Lebih lanjut dia menerangkan, jika ingin mengantisipasi dampak jangka panjang, maka pemerintah perlu mempertimbangkan perpanjangan stimulus atau kebijakan pendukung lainnya.

“Dampak positif dari stimulus terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat tergantung pada efektivitas implementasi kebijakan serta respons masyarakat dan dunia usaha terhadap perubahan tarif pajak,” kata Josua.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun menyampaikan hal serupa yakni paket insentif ekonomi tersebut hanya akan bersifat sementara.

"Paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek. Bukan kebijakan baru yang sengaja disusun untuk merespons kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen,” kata Bhima.

Sebagai informasi, pemerintah memutuskan kenaikan tarif 1 persen PPN darı 11 persen menjadi 12 persen dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah. Selain barang tersebut, besaran tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya masih sesuai dengan tarif yang berlaku sejak 2022 yaitu sebesar 11 persen.

Keputusan kenaikan tarif PPN untuk barang mewah secara langsung disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam keterangan persnya di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024.

“Contoh pesawat jet pribadi itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan ataupun digunakan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, yacht, ya motor yacht. Kemudian rumah yang sangat mewah, yang nilainya di atas golongan menengah,” kata dia.

Lebih lanjut, Prabowo menegaskan, barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat masih tetap diberlakukan tarif PPN sebesar 0 persen.

“Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak yang tetap diberi pembebasan PPn yaitu tarif 0 persen antara lain kebutuhan pokok beras, daging, ikan, telur sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum,” ujarnya.

Berikut daftar lengkap 15 insentif yang telah disiapkan pemerintah:

- Bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, pemerintah akan menyediakan serangkaian fasilitas kebijakan berupa:

1. PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen untuk minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merek MINYAKITA, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11 persen

2. PPN DTP sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen juga diberlakukan untuk tepung terigu, sehingga PPN yang dikenakan pada tepung terigu juga tetap sebesar 11 persen

3. Gula industri juga menjadi komoditas yang memperoleh fasilitas PPN DTP sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen, sehingga dikenakan PPN sebesar 11 persen. 

Untuk gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, di mana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3 persen terhadap total industri pengolahan 

4. Pemberian Bantuan Pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram (kg) per bulan kepada masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), dengan sasaran sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP)

5. Diskon sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2.200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh per bulan yang setara 35 persen total konsumsi listrik nasional

- Selain menyasar rumah tangga berpenghasilan rendah, fasilitas kebijakan di bidang ekonomi yang didesain pemerintah juga memiliki peruntukan bagi masyarakat kelas menengah, yakni berupa:

6. PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar. 

Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan diskon 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

7. PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10 persen atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40 persen, dan sebesar 5 persen atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20 persen sampai dengan kurang dari 40 persen

8. PPnBM DTP EV sebesar 15 persen atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD). 

9. Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0 persen, sesuai program yang sudah berjalan

10. Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid

11. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur

12. Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60 persen flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja

13. Diskon sebesar 50 persen atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja

- Secara spesifik, pemerintah juga telah menyiapkan fasilitas insentif bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya, yakni melalui:

14. Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen sampai dengan 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di 2024. 

Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5 persen selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun maka akan diberikan pembebasan PPh

15. Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5 persen dan range plafon kredit tertentu.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement