Menurutnya, PFB memobilisasi dana terutama pada tahap prabencana dari APBN, APBD, dan sumber daya lainnya seperti sektor swasta, lembaga keuangan, masyarakat, negara mitra dan lain-lain.
"Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan terkait bencana pada tahap pra bencana, darurat, dan pasca bencana termasuk pengalihan risiko dengan memperoleh produk asuransi untuk melindungi aset publik dan masyarakat kita yang rentan seperti petani dan nelayan”, jelas Febrio.
Melalui Strategi DRFI, pemerintah mengubah pendekatan pembiayaan risiko bencana dari reaktif menjadi lebih proaktif. Artinya, Indonesia berusaha mengurangi ketergantungan pada APBN dan lebih banyak pada instrumen pembiayaan lainnya.
"Ini juga berarti bahwa kami berkomitmen untuk berinvestasi lebih banyak dalam kegiatan pra-bencana. Hal ini juga tercermin dalam program PFB," ungkap Febrio.
Selama operasi awal, yaitu lima sampai dengan tujuh tahun pertama, PFB akan fokus pada penghimpunan dana dan pembiayaan program mitigasi, kesiapsiagaan, dan pengurangan risiko termasuk membayar premi untuk asuransi aset publik. Skema pengalihan risiko dilakukan melalui penerapan asuransi barang milik negara (BMN) dan asuransi pertanian.