IDXChannel - Pemerintah terus berupaya mempercepat pembahasan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang sempat molor.
Salah satunya dengan mencoba mengurai dampak dan manfaat dimasukkannya pembahasan tentang mekanisme power wheeling dalam RUU, yang memantik pro-kontra dari berbagai pihak.
Power wheeling sendiri merupakan mekanisme yang mengatur tentang perusahaan swasta (independent power producers/IPP) untuk dapat ikut membangun pembangkit listrik secara mandiri, dan lalu menjual setrum hasil produksinya ke pelanggan rumah tangga dan industri.
Masalahnya, pemerintah saat ini diyakini sudah tidak lagi membutuhkan skema power wheeling, seiring dengan telah ditetapkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2021 sampai 2030.
Beleid tersebut telah mengakomodasi keberadaan pembangkit EBT dengan kapasitas yang cukup signifikan, yaitu mencapai 20,9 GW, atau 51,6 persen dari total penambahan pembangkit.