IDXChannel - SKK Migas dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) berkomitmen meningkatkan nilai tambah produksi gas, salah satunya dengan cara zero routine flaring dan optimisasi penggunaan fuel gas.
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo dalam Rapat Kerja Produksi, Metering, dan Pemeliharaan Fasilitas 2024 di Jakarta pekan ini menyampaikan bahwa saat ini pihaknya mempunyai program konversi penggunaan fuel gas menjadi pasokan listrik yang berasal dari PLN untuk sistem penggerak di Kilang LNG Bontang.
“Jika langkah ini bisa direalisasikan, maka fuel gas yang digunakan di Kilang LNG Bontang yang mencapai 32 MMSCFD bisa dimanfaatkan dan dikomersialisasikan dalam bentuk gas pipa maupun dikonversi lebih lanjut yang memiliki nilai tambah seperti LNG”, ujarnya dalam keterangan pers pada Jumat (7/6/2024).
Namun, Wahju menyampaikan bahwa proses konversi fuel gas menjadi pasokan listrik dari PLN tidak mudah, tetapi optimis untuk dapat direalisasikan. Salah satu tantangannya adalah kebutuhan daya untuk hulu migas lebih tinggi dibandingkan kapasitas daya yang dimiliki oleh PLN saat ini sehingga tentu perlu investasi peralatan/fasilitas operasi dari sisi PLN. Dia menegaskan bahwa yang tidak kalah pentingnya adalah memastikan ketersediaan pasokan listrik PLN agar 100% reliable dan dijamin tidak ada sama sekali pemadaman.
Sementara itu, saat ini terdapat 370 flare gas stack nasional dengan total volume flare gas sebesar 207 MMSCFD dengan komposisi Metana (C1) sebesar 72,55% dan impurities CO2 sebesar 7,33%. Beberapa KKKS memiliki volume flare gas cukup besar seperti Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, BP Berau dan Pertamina EP Cepu. Begitu pula volume penggunaan fuel gas untuk own use serta gas impurities. Hal ini menjadi tantangan bagi SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target zero routine flaring sebelum 2030 maupun optimisasi penggunaan fuel gas yang diantaranya mengganti fuel gas dengan listrik yang berasal dari PLN.