Lebih rinci, Roy memaparkan, pokok pembicaraan utamanya itu sebenarnya Aprindo meminta kepastian perihal penyelesaian rafaksi minyak goreng. Mengingat Kemendag sudah meneruskan permasalahan ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mendapatkan legal opinion (LO).
Tetapi, yang menjadi pertanyaan peritel, kapan legal opinion itu bisa diumumkan? Sebab, hasil legal opinion ini mengandung konsekuensi, apakah keputusannya dibayar atau tidak ihwal utang tersebut.
Namun, apabila hasilnya tidak sesuai harapan, Roy bersiteguh untuk memperjuangkan hak para peritel mendapatkan penggantian selisih harga minyak goreng yang mencapai Rp 344 miliar itu. Sebab, saat ini pelaku usaha sedang meningkatkan produktivitasnya.
"Kalau tidak dibayar itu akan ada langkah-langkah lainnya. Tentunya kami pelaku usaha akan berjuang lagi karena membuat rugi pelaku usaha di saat pelaku usaha sedang meningkatkan produktivitasnya untuk terus mendukung kegiatan perdagangan supaya ekonomi kita bertumbuh dan maju," tandas Roy. (RRD)