Demikian juga yang terjadi dengan negara-negara tetangga Indonesia, Ringgit Malaysia terdepresiasi 10,7%, Baht Thailand terdepresiasi 14,1%, dan Peso Filipina terdepresiasi 15,7%. Dalam periode yang sama nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi sebesar 6,1%.
Sri juga menyebut inflasi di negara-negara maju yang sebelumnya selalu single digit atau mendekati 0% dalam 40 tahun terakhir, sekarang melonjak mencapai double digit. Bahkan inflasi di Turki mencapai 80,2% dan di Argentina mencapai 78,5%.
“Inflasi yang sangat tinggi ini telah mendorong respons kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya, dengan sangat agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan dan arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara emerging hingga mencapai USD9,9 miliar atau setara Rp148,1 triliun ytd sampai dengan 22 September 2022," papar Sri.
Dia mengatakan, hal ini menyebabkan tekanan pada nilai tukar di berbagai negara emerging, termasuk Indonesia. Terlebih lagi, Bank Sentral AS The Fed baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin, artinya sejak awal kenaikan suku bunga oleh Federal Reservesudah mencapai 300 basis poin.