Artinya jika diasumsikan rata-rata oversupply listrik sebesar 6-7 GW per tahun, maka potensi oversupply selama 2022-2030 mencapai 48 GW - 56 GW atau setara dengan tambahan biaya Rp165-192 triliun.
Ketika beban fiskal sudah semakin berat untuk menanggung subsidi dan kompensasi listrik tersebut, maka risiko berikutnya adalah menaikkan tarif listrik yang pastinya akan menambah beban rakyat di tengah tekanan inflasi yang terus meningkat.
Karenanya, Abra meminta DPR sebagai ujung tombak RUU tersebut dapat mengkaji ulang risiko kebijakan skema power wheeling.
"Saya mengingatkan kepada Partai Politik yang mewakili rakyat di DPR, jangan main-main terhadap upaya penyusupan pasal Power Wheeling di dalam RUU EBET. Rakyat sekarang sudah sangat mengerti bahaya dari skema Power Wheeling terhadap kesejahteraan mereka di masa mendatang. Apabila masih ada Partai Politik yang berani melawan penolakan dari rakyat, siap-siap saja menanggung risiko hukuman dari publik pada Pemilu mendatang," tegas Abra. (TSA)