sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Tak Mendesak, Skema Power Wheeling Dinilai Terlalu Dipaksakan

Economics editor Taufan Sukma/IDX Channel
21/11/2023 21:01 WIB
Abra menilai bahwa penerapan skema power wheeling merupakan bentuk pemaksaan kebijakan yang sangat merugikan rakyat.
Tak Mendesak, Skema Power Wheeling Dinilai Terlalu Dipaksakan (foto: MNC media)
Tak Mendesak, Skema Power Wheeling Dinilai Terlalu Dipaksakan (foto: MNC media)

"Di tengah kondisi oversupply listrik sebesar 1 GW saja, biaya yang harus dikeluarkan rakyat (tax payer) melalui kompensasi kepada PLN atas konsekuensi skema take or pay mencapai Rp 3 triliun per GW," ungkap Abra.

Di tengah meningkatnya beban oversupply listrik tersebut, tentu implikasinya adalah beban terhadap APBN baik dalam bentuk subsidi maupun kompensasi listrik.

Anggaran subsidi dan kompensasi listrik terus meningkat tiap tahunnya. Realisasi subsidi dan kompensasi listrik pada tahun 2021 mencapai Rp81,2 triliun, dan pada 2022 diproyeksikan akan mencapai Rp80,96 triliun yang terdiri dari subsidi listrik Rp21,4 triliun dan kompensasi Rp59,56 triliun.

Tidak hanya itu, risiko tambahan beban APBN juga dapat muncul karena adanya potensi tambahan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling yang bersumber dari energi terbarukan yang bersifat intermiten.

Implikasinya, Abra menjelaskan, akan timbul tambahan cadangan putar untuk menjaga keandalan dan stabilitas sistem. Sehingga setiap masuknya 1 GW pembangkit power wheeling akan mengakibatkan tambahan beban biaya hingga sekitar Rp 3,44 triliun yang tentu akan membebani keuangan negara.

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement