Pemerintah sebenarnya telah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran EBT sebagaimana dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Dalam RUPTL disebutkan jika target tambahan pembangkit EBT mencapai 20,9 GW dengan porsi swasta mencapai 56,3 persen atau setara 11,8 GW.
"Artinya, apabila green RUPTL bisa dijalankan secara konsisten saja, maka secara alamiah bauran pembangkit EBT hingga 2030 sudah akan mencapai 51,6 persen," tutur Abra.
Selain itu, dikatakan Abra, ide penerapan skema power wheeling menjadi tidak relevan mengingat saat ini beban negara yang semakin berat menahan kompensasi listrik akibat kondisi pasokan berlebih listrik yang terus melonjak.
Kondisi sektor ketenagalistrikan sangat miris karena terjadi disparitas yang lebar antara pasokan dan permintaan tenaga listrik. Terbukti oversupply listrik terus meningkat tiap tahunnya dimana oversupply pada tahun 2022 telah menyentuh 7 GW.
Situasi kondisi berlebih listrik tersebut berpotensi terus membengkak, karena masih adanya penambahan pembangkit baru hingga 16,3 GW pada 2026 sebagai implikasi dari mega proyek 35 gigawatt (GW).