"Mulai dari data nilai produksi perikanan tangkap yang tidak sebanding dengan jumlah penerimaan negara, di mana setiap tahun mencapai ratusan triliun sementara yang diterima negara hanya ratusan miliar," bebernya.
Alasan lainnya yaitu kondisi infrastruktur pelabuhan yang masih perlu perbaikan sedangkan anggaran yang tersedia sangat minim. Lalu belum meratanya kesejahteraan nelayan di Indonesia, sehingga program pembayaran PNBP pasca-produksi sejauh ini menjadi solusi terbaik untuk mengentaskan persoalan yang ada.
"Hasil peningkatan PNBP itu untuk membantu bapak-bapak nelayan sebagian, sebagian lagi untuk nelayan tradisional, dan sebagian lagi untuk infrastruktur dan teknologi. Melihat nelayan yang tidak maju, hati saya menangis," tegasnya.
Menurutnya, bila program tersebut diterapkan maka tidak ada lagi pungutan untuk pengurusan izin kapal. Langkah ini juga menurutnya membantu para nelayan, sebab besaran PNBP sesuai dengan hasil tangkapan sehingga nelayan tidak rugi. Nelayan maupun ABK nantinya juga mendapat jaminan sosial meliputi asuransi kesehatan, kecelakaan hingga jaminan hari tua yang selama ini belum tersedia bagi para nelayan.
Sejalan dengan program prioritas, tata kelola sektor perikanan tangkap juga turut diperbaiki sesuai dengan prinsip ekonomi biru. Seperti pengelolaan area penangkapan guna mengantisipasi terjadinya over-fishing dan penerapan teknologi di pelabuhan dan dalam kapal untuk menjamin adanya ikan hasil tangkapan serta keselamatan nelayan