Menyikapi hal ini, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) memastikan tidak mengikuti kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan sebesar 40-75 persen. Sebaliknya, GIPI tetap mengacu pada regulasi yang lama.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya hanya memberlakukan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Salah satu poin yang dijelaskan beleid ini perihal retribusi daerah, di mana pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
“Jadi itu bisa dihilangkan menjadi mulai dari 0 persen atau mengikuti tarif yang lama," ujar Hariyadi saat ditemui wartawan Jakarta Pusat, Senin (22/1).
Aturan Baru Tentang Pajak Hiburan
Sebelumnya, pemerintah melakukan penurunan tarif PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
“Pemerintah menetapkan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana.