IDXChannel - Menteri Luar Negeri Bangladesh Dr. AK Abdul Momen mengikuti forum ASEAN di Jakarta pekan lalu. Dia berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Tim IDX Channel pada Sabtu (5/7/2023).
Menlu Momen membahas berbagai isu, termasuk pencapaian ekonomi negaranya serta peluang perdagangan dan investasi dengan Indonesia.
Berikut wawancara Tim IDXChannel dengan sang Menlu:
IDX Channel: Apa agenda utama Anda dalam pertemuan ASEAN ini? Bagaimana Anda melihat hubungan antara Bangladesh dan ASEAN?
Menlu Momen: Ini bukan agenda saya tapi agenda ASEAN yakni mengembangkan lebih banyak kerja sama dan kemitraan regional. Menurut kami, kegiatan ini adalah kesempatan bagi kami untuk menyampaikan kekhawatiran dan pandangan kami.
Kami mengatakan bahwa saat ini ekonomi Bangladesh berjalan sangat baik. Pertumbuhan PDB kita adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Selama satu dekade terakhir, tingkat pertumbuhan PDB rata-rata adalah 6,8%. PDB kita meningkat dari USD90 miliar menjadi USD465 miliar. Bukan hanya pertumbuhan PDB. Kami juga sangat baik di semua indikator sosial ekonomi. Kami mengurangi kemiskinan lebih dari setengah dari 42% menjadi 18,7% dan kemiskinan ekstrim dari 25% menjadi 5,6%. Kami meningkatkan ekspor kami dari USD10 miliar menjadi USD60 miliar dan terus meningkat. Angka kematian ibu dan angka kematian bayi berkurang secara dramatis. Dan sebagai hasilnya, rata-rata usia penduduk kami meningkat dari 59 tahun menjadi 73 tahun lebih.
Jadi ini adalah prestasi yang bagus. Ekonomi kami menjadi ekonomi besar. Saat negara berjalan dengan baik, lebih banyak peluang muncul. Sudah saatnya negara-negara lain menjadi bagian dari prakarsa pembangunan Bangladesh. Kami tentunya telah mengundang mereka untuk datang.
Namun, kekhawatiran kami adalah tiga tahun lalu pandemi tiba-tiba datang dan benar-benar menimbulkan kekacauan di banyak negara. Kami mengelola pandemi dengan cukup baik tetapi kami baru berhasil setelah mendapatkan vaksin. Pandemi adalah pelajaran bagi kita semua bahwa kita harus bekerja sama. Jika ada pandemi lain seperti ini di masa depan, pesan kami kepada komunitas internasional termasuk ASEAN adalah kita harus siap. Kita harus membuat mekanisme bersama sehingga jika situasi darurat muncul, kita bisa menanganinya secara efektif.
Kekhawatiran yang lainnya adalah masalah iklim. Kami sangat baik secara ekonomi tapi kami takut akan bencana iklim karena Bangladesh sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kami memimpin Climate Vulnerable Forum yang mencakup lebih dari 50 negara rentan iklim. Masalah iklim bagi banyak negara adalah masalah genting. Tiap tahunnya, sekitar 650 ribu orang di Bangladesh tercerabut dari rumah mereka dan pekerjaan tradisional mereka. Mereka kemudian pindah ke wilayah kumuh di kota-kota. Ini bukan salah kebijakan pemerintah tapi dampak dari pemanasan global. Beberapa negara menyalahgunakan sumber daya yang diberikan Tuhan dan mengakibatkan pemanasan global. Pemerintah kami berusaha membantu merehabilitasi orang-orang yang terdampak. Namun, sudah saatnya para pemimpin global khususnya dari pencemar terbesar dunia untuk tampil ke depan dan ikut menanggung beban rehabilitasi.
Hari ini, 650 ribu orang terdampak tiap tahunnya. Di masa mendatang ketika suhu global terus meningkat, sekitar 20-30 juta orang bisa terdampak. Kemana mereka akan pergi? Mereka akan menciptakan masalah keamanan global. Sebelum itu terjadi, kami menyerukan di forum internasional seperti ASEAN bahwa kita harus menyelamatkan planet ini. Untuk menyelamatkan planet ini, semua negara, terutama pencemar terbesar dan anggota G20, mereka bertanggung jawab atas 80% emisi global, harus membuat komitmen yang agresif agar suhu global tetap pada 1,5 derajat Celcius. Ini adalah pesan pertama kami.
Pesan kedua kami, bencana iklim telah terjadi. Untuk memperbaiki situasi, para pemimpin dunia harus menindaklanjuti janji penggalangan dana yang akan menyediakan 100 miliar dolar setahun untuk Dana Iklim. Menurut kami, 100 miliar atau bahkan 500 miliar setahun tidaklah cukup. Triliunan untuk memperbaiki kerusakan. Saran saya adalah negara-negara maju yang menghabiskan ribuan miliar setahun untuk pengeluaran pertahanan bisa mengalihkan 10% dari anggaran pertahanan ke Dana Iklim. Dengan begitu, kita setidaknya bisa mencapai sesuatu. Satu-satunya yang mereka butuhkan adalah komitmen politik.