Sebelumnya, Arifin mengatakan moratorium ini penting untuk menjaga cadangan nikel Indonesia yang terancam segera habis apabila bijih nikel, khususnya jenis bijih nikel kadar tinggi (saprolite), terus-menerus digunakan dengan masif.
Pihaknya pun mulai mengevaluasi pembangunan smelter nikel baru. Ia pun menilai bahwa Indonesia harus menghasilkan produk nikel bernilai tambah lebih besar, salah satunya dengan memproses bijih nikel hingga produk prekursor katoda sebagai salah satu komponen baterai.
"Sementara juga industri hilir dalam negeri untuk menampung processing yang punya nilai tambah itu harus banyak ditarik. Kan sudah mulai ada, mudah-mudahan untuk bikin prekursor," jelasnya beberapa waktu lalu.
Arifin juga menilai, melimpahnya sumber daya mineral nikel Indonesia seharusnya bisa menjadi modal utama untuk bisa melakukan proses hilirisasi yang lebih lanjut lagi."Itulah modal utama kita. Dikasih modal utama mineral yang bisa membantu elektrifikasi energi bersih harus kita manfaatkan," ujarnya.
(FRI)