Berdasarkan kajian GAPPRI, tekanan untuk terus menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) secara eksesif disebabkan oleh pemahaman bahwa harga rokok di Indonesia dipersepsikan rendah/murah.
Kampanye kesehatan secara berlebihan mendesak agar pengendalian prevalensi rokok dilakukan melalui kenaikan CHT yang eksesif dan penyederhanaan layer CHT.
"Padahal, berbagai studi menunjukkan bahwa keterjangkauan rokok di Indonesia termasuk yang paling tidak terjangkau. Artinya fungsi pengendalian konsumsi IHT legal melalui formulasi kebijakan CHT yang eksesif selama ini ternyata tidak efektif,” katanya.
Henry juga menegaskan, kebijakan yang dibuat pemerintah semakin memberatkan iklim usaha IHT legal yang selama ini kontribusinya sangat besar.
"Seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang melindungi kepastian usaha IHT legal di tanah air,” katanya.
Adapun dalam Program Penyusunan itu, terdapat tujuh pengaturan yang bakal direvisi pada PP 109/2012. Antara lain penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, ketentuan rokok elektronik, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi, pelarangan penjualan rokok batangan.
Pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi, penegakan dan penindakan, dan media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).