IDXChannel - Praktek mafia tanah kerap menjadi isu publik yang sulit terpecahkan. Salah satu contoh yang kerap terjadi di lapangan adalah masalah sertifikat ganda.
Bagaimana bisa satu bidang tanah ternyata punya sertifikat lebih dari satu? Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menduga saat ini masih banyak oknum di BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang ikut bermain bersama mafia tanah.
Hal tersebut yang membuat mafia tanah masih bisa bergerak meskipun sudah banyak juga sebetulnya yang ditangkap.
"Karena mafia tanya itu diciptakan, ada sistem yang mencipta itu, jadi persoalannya ada di sistem itu sendiri, yang mana kemudian sumber masalah itu di BPN, mafia tanahnya disitu," ujar Trubus kepada MNC Portal, Selasa (27/9/2022).
Saat ini Kantor BPN yang tersebar di Indonesia punya wewenang penuh untuk mengeluarkan sertifikat tanah milik warga. Hal ini yang menurut Trubus menjadi potensi dari adanya penyelewengan.
"Kalau orang BPN tidak ada oknum-oknum seperti itu ya tidak ada, karena yang mengeluarkan sertifikat tanah itu kan ATR/BPN, jadi sumber masalah disitu," sambungnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang dalam diskusi terpisah bersama Para Syndicate (26/9) menyebutkan bahwa saat ini ketika ada sertifikat ganda hanya pengadilan yang bisa memutuskan mana yang palsu dan mana yang asli. Padahal menurutnya hal tersebut cukup dilakukan dengan melihat data yang sudah ada sebelumnya mana sertifikat yang keluar lebih dahulu.
"Harus di revisi Permen Nomor 21 Tahun 2020, itu mengatur tentang Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, di situ diatur, ketika ada dua sertifikat, dan yang satu adalah palsu, menteri tidak akan mencabut yang palsu, kan anda yang tahun mana yang asli dan mana yang palsu, tetapi kenapa harus menunggu putusan pengadilan, yang nyata-nyata disitu mafianya ada," sambungnya.
Sama halnya dengan Trubus, Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu juga menduga bahwa pelaku kasus mafia tanah juga bagian dari pihak internal. Menurutnya kasus mafia tanah ini sudah terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sehingga sangat sulit diatasi.
Karena itu menurut Junimart, diperlukan sebuah reformasi internal untuk menata birokrasi dan pelayanan publik di Kementerian ATR/BPN menjadi lebih baik.
“Kenapa saya bilang begini (pelaku pihak internal)? Karena warkah itu didapat dari internal. Ini tentu menyangkut sumber daya manusia (SDM) atau birokrasinya. Karena itu SDM di internal ini harus direformasi,” kata Junimart.
Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Kementerian ATR/BPN, T Hary Prihatono membenarkan dugaan ada kaitannya oknum-oknum di BPN yang berjejaring dengan mafia tanah.
"Kalau di DKI sudah ada sekitar 30 orang (yang terlibat mafia tanah) dari 30 itu setengahnya dari BPN, itu tidak menutup kemungkinan akan bermunculan di tempat lain, sementara ini beberapa masih diperiksa sebagai saksi, belum penetapan (tersangka), itu ada dibeberapa wilayah," kata Hary saat ditemui MNC Portal, di Kantornya (26/9).
"Kementerian ATR/BPN ini tidak mempunyai kewenangan dalam tindak pidananya, yang bisa dilakukan adalah jika dalam Investigasi bersama ditemukan bukti yang cukup, maka Kementerian ATR/BPN berdasarkan PP yang ada bisa mengenakan sanksi administrasinya," pungkasnya.
(DES)