IDXChannel - Usut punya usut, tenyata minat warga Negara Indonesia (WNI) untuk melakukan pengobatan di luar negeri masih tinggi.
Padahal Teknologi dan ahli medis di Indonesia sudah berkembang dan semakin maju. Pemerintah pun telah mempersiapkan rumah sakit bertaraf internasional untuk menunjang fasilitas dan kecanggihan peralatan medis.
Dalam Rapat Koordinasi BLU 2021, pada 19 Maret lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti besarnya total biaya yang harus dikeluarkan oleh (WNI) saat berobat atau melakukan kunjungan medis ke luar negeri.
Dari data Kementerian Kesehatan diketahui, total pengeluaran bisa mencapai Rp161 triliun per tahun dan sebagian besar atau 80 persen di antaranya dengan tujuan negara Malaysia.
Ada banyak faktor yang memengaruhi keputusan untuk berobat di luar negeri. Beberapa orang bepergian untuk perawatan karena pengobatan lebih murah di negara lain.
Misalnya saja Joseph Joan.
Disalah satu program media radio, Joseph Joan secara terbuka menyampaikan alasan kenapa dia lebih memilih berobat ke luar negeri, dalam hal ini ke Penang, Malaysia, daripada ke rumah sakit yang ada di Surabaya atau Jakarta.
Saat itu, Joseph membutuhkan layanan endoskopi. Dia sempat menempuh pelayanan medis di salah satu rumah sakit besar yang cukup terkenal di Surabaya lalu dia bandingkan layanan yang sama dengan di Penang, Malaysia.
Endoskopi di rumah sakit besar sangat terkenal, swasta, di Surabaya, dengan bius total dan menginap satu malam, Joseph mengaku diminta siapkan dana sebesar Rp25 juta sampai Rp40 juta. Sedangkan di rumah sakit Penang dirinya cuma diminta Rp13 juta dan sudah termasuk tiket pesawat PP (pergi-pulang), akomodasi, makan, taksi, dan jalan-jalan selama dua hari untuk dua orang.
Kemudian Joseph menyampaikan pengalaman lainya, yaitu ketika mengupayakan pengobatan ayahnya yang mengidap penyakit kangker ginjal. Dia bandingkan biaya terapi dan biaya obat-obatan yang harus dia keluarkan baik di RS di Jakarta dengan di Penang.
"Obat kemoterapi di Jakarta itu Rp55 juta per botol. Sedangkan di Penang cuma Rp22 juta," katanya.
Keluhan lainya datang dari mahasiswi asal Malaysia, di Yogyakarta, bernama Ivy Phan. Dalam chanel youtubenya berjudul Lebih Enak di Malaysia Atau Indonesia, Ivy Phan mengaku ada kelebihan dan kekurangan masing-masing antar kedua negara tersebut.
"Di Malaysia itu kelebihanya di kesehatan. Saya terima perawatan, obat-obatan itu lebih murah dibanding di Indonesia, bukan karena saya orang asing di Indonesia, tetapi karena tarif pelanggan itu bukan disubsidikan," ujarnya.
Ivy Phan tercatat sebagai mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu bercerita tentang pengalamanya saat menderita dislokasi bahu. Saat itu dirinya ke IGD rumah sakit, tidak di periksa, cuma dikasih obat dan harus membayar Rp300 ribu.
Tetapi di Malaysia, ketika dirinya mendatangi spesialis hidung dan diperiksa menggunakan kamera hidung yang dimasukan ke dalam, dirinya cuma membayar Rp300 ribu itu pun sudah termasuk obat.
"Di Hospital pemerintahan kerajaan Malaysia, orang Malaysia cuma bayar dengan Rp15 ribu sudah mendapat pelayanan kesehatan yang sangat bagus. Tetapi kalau di Indonesia, dia harus BPJS itu kamu harus tetap bayar setiap sebulan sekali meski tidak sakit," ujarnya.
(SANDY)qq