IDXChannel – Bursa saham Asia kembali mengalami penurunan tajam pada Jumat (19/7/2024) di tengah ketidakpastian lanskap geopolitik dan aksi jual saham teknologi.
Menurut data pasar, hingga pukul 10.00 WIB, Nikkei 225 Jepang turun 0,43 persen, Hang Seng minus 1,91 persen, Shanghai Composite melemah 0,19 persen, dan Straits Times Singapura tergelincir 0,82 persen.
Selain itu, KOSPI Korea Selatan (Korsel) terdepresiasi 1,40 persen dan ASX 200 Australia negatif 1,07 persen.
Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melorot 0,31 persen.
Melansir Reuters, Jumat (19/7), indeks saham di Asia mengakhiri pekan dengan catatan buruk, karena ketidakpastian dalam lanskap geopolitik dan negara-negara besar menambah hambatan bagi investor bahkan ketika siklus pelonggaran suku bunga global sedang berlangsung.
Pekan ini penuh gejolak di pasar, dengan aksi jual teknologi yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan China- Amerika Serikat (AS), ketidakpastian mengenai nasib Presiden AS Joe Biden dalam pemilihan presiden, data ekonomi China yang mengecewakan, dan hasil sidang pleno ketiga yang lesu membayangi suasana global.
Di pasar valuta asing, intervensi Jepang baru-baru ini juga membuat para pedagang tetap waspada.
"Kita mungkin bisa merasakan apa yang akan terjadi. Dan itu adalah turbulensi yang lebih besar," kata analis pasar senior di City Index Matt Simpson, dikutip Reuters.
Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen dan menuju pekan terburuk dalam sebulan dengan kerugian 2,4 persen.
Nikkei jatuh ke level terendah dalam lebih dari dua pekan belakangan.
Saham-saham teknologi terus melemah, dengan indeks KOSPI Korea Selatan yang sarat teknologi dan indeks saham Taiwan keduanya melemah lebih dari 1 persen.
Di China, investor kecewa atas kurangnya rincian yang diberikan pemerintah mengenai langkah-langkah implementasi untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi negara tersebut pada akhir sidang pleno yang diawasi ketat pada Kamis.
“Meskipun rincian yang lebih kuat kemungkinan masih akan datang, kami menafsirkan komunike awal sebagai pleno ketiga yang gagal memberikan sesuatu yang sangat berarti yang akan menyarankan perubahan arah jangka panjang bagi perekonomian China,” kata ekonom internasional di Wells Fargo Brendan McKenna. (ADF)