IDXChannel - Minyak mentah berjangka (futures) West Texas Intermediate (WTI) dan Brent ditutup turun pada perdagangan Kamis (23/5/2024).
Harga minyak WTI anjlok 0,94 persen di level USD76,84 per barel dan Brent turun 0,45 persen di level USD81,53 per barel.
Pada perdagangan Rabu (22/5/2024), harga minyak kembali anjlok 2,13 persen untuk WTI di level USD77,57 per barel dan penurunan 1,18 persen untuk Brent di level USD81,9 per barel. Ini menandai penurunan empat hari beruntun sejak perdagangan awal pekan, Senin (20/5/2024).
Sementara pagi ini, menjelang akhir pekan, Jumat (24/5), harga minyak WTI naik tipis 0,05 persen dan harga minyak Brent masih tertekan 0,18 persen.
Kini, harga minyak turun untuk sesi keempat berturut-turut dan menetap di posisi terendah dalam beberapa bulan karena prospek kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama meningkatkan kekhawatiran seputar pertumbuhan permintaan di pasar minyak terbesar di dunia.
Melansir Reuters Kamis (23/5/2024), data S&P Global terbaru juga menunjukkan percepatan aktivitas bisnis AS bulan ini. Namun, produsen juga melaporkan lonjakan harga untuk berbagai input, menunjukkan kenaikan inflasi barang dalam beberapa bulan mendatang.
Pada Rabu (22/5/2024), risalah pertemuan kebijakan terbaru The Federal Reserve (The Fed) AS menunjukkan para pengambil kebijakan masih ragu apakah suku bunga saat ini cukup tinggi untuk menjinakkan inflasi yang membandel.
Data yang dirilis awal bulan ini menunjukkan bahwa indeks harga konsumen AS berada di angka 3,4 persen untuk April.
Angka ini sedikit turun dari angka 3,5 persen pada Maret, dan jauh di bawah angka 9,1 persen yang tercatat pada Juni 2022, namun juga tetap berada di atas target The Fed sebesar 2 persen.
Komentar Gubernur Fed Christopher Waller pada Selasa (21/5/2024) mengatakan, ia perlu melihat bukti data lebih lanjut bahwa inflasi melemah sebelum mendukung penurunan suku bunga.
“Dengan tidak adanya pelemahan yang signifikan di pasar tenaga kerja, saya perlu melihat data inflasi yang baik selama beberapa bulan lagi sebelum saya merasa nyaman mendukung pelonggaran kebijakan moneter,” katanya pada sebuah acara di Peterson Institute for Ekonomi Internasional di Washington.
Suku bunga yang tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Menurut Badan Informasi Energi (EIA), pasar minyak juga dibebani tingginya stok minyak mentah AS yang naik 1,8 juta barel pada pekan lalu, jika dibandingkan dengan perkiraan penurunan sebesar 2,5 juta barel.
Namun, EIA melaporkan permintaan bensin AS berada pada titik tertinggi sejak bulan November, sehingga memberikan dukungan bagi pasar energi menjelang liburan akhir pekan Memorial Day, yang dianggap sebagai awal musim berkendara di musim panas di AS.
Konsumsi bensin di AS menyumbang sekitar 9 persen dari permintaan minyak global.
"Itu adalah laporan yang cukup bagus untuk bensin, semuanya memberikan dampak positif. Namun, satu laporan tidak akan menjadi tren, jadi semua orang akan memperhatikan apakah laporan tersebut dapat terus berkinerja baik di masa mendatang,” kata analis Mizuho, Bob Yawger.
Investor juga menantikan pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya alias OPEC+, pada 1 Juni 2024, di mana kelompok tersebut akan memutuskan kebijakan produksinya.
Rusia mengatakan pihaknya melampaui kuota produksi OPEC+ pada April karena alasan teknis dan akan segera menyampaikan rencananya kepada Sekretariat OPEC untuk mengkompensasi kesalahan tersebut, kata Kementerian Energi Rusia pada Rabu malam (23/5/2024).
Pelemahan harga minyak mentah baru-baru ini meningkatkan kemungkinan bahwa OPEC+ akan mempertahankan pembatasan produksi yang ada setidaknya hingga akhir September, kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates yang berbasis di Houston.
(YNA)