IDXChannel - Belum juga usai krisis utang gagal bayar atau default Evergrande, 'raksasa' properti China lainnya yaitu pengembang Fantasia Holdings terungkap menunggak pembayaran kupon obligasi pada Senin (4/10).
Pengamat properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai, bisnis properti di Indonesia masih cukup aman karena skala pasarnya masih lokal. Namun, menurut Ali beda lagi kalau para pengembang Indonesia bekerja sama dengan pengembang China tersebut.
"Yang mungkin berdampak adalah para pengembang yang bekerja sama dengan pengembang China saat ini karena untuk investasi keluar China diperketat. Hal ini akan membuat beberapa proyek properti China akan tersendat," kata Ali kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (5/10/2021).
Kejadian default Fantasia sebetulnya memicu kekhawatiran investor bahwa perusahaan properti lainnya juga diperkirakan akan mengalami gagal bayar. Jika dilihat memang itu merupakan skala lokal, Ali menegaskan pasar properti Indonesia sangat aman.
"Namun secara pasar, Indonesia masih sangat aman," ujarnya.
Mengutip dari CNBC International, Fitch mengatakan adanya gagal bayar obligasi ini berarti situasi likuiditas perusahaan bisa lebih ketat dari yang diperkirakan sebelumnya. Keterlambatan pembayaran juga menimbulkan keraguan tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kembali jatuh temponya secara tepat waktu.
Menurut perkiraan para analis, pelaku pasar khawatir tentang dampak dan kemungkinan penularan dari krisis Evergrande yang memukul pertumbuhan ekonomi China.
Saat ini sektor real estate telah menyumbang 15% dari PDB China. Banyak dana obligasi dengan memberikan imbal hasil (yield) tinggi Asia juga didominasi oleh penerbitan dari pengembang real estate China.
Dampak dari gagal bayar obligasi Fantasia ini diprediksi tidak akan sebesar Evergrande. Diketahui Evergrande memiliki utang mencapai USD300 miliar atau setara dengan Rp 4.290 triliun (kurs Rp 14.300/USD), sementara berdasarkan laporan keuangan semester pertama perusahaan Fantasia hanya memiliki utang 82,9 miliar yuan (USD12,8 miliar) atau setara Rp 183 triliun.
Dalam sebuah laporan yang dirilis sebelum pengajuan perusahaan pada Senin malam, Fitch menyoroti keberadaan obligasi swasta yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan dan mengatakan Fantasia telat melakukan pembayaran obligasi sebesar USD100 juta atau Rp 1,43 triliun.
(SANDY)